Hadis ke-3
Dari Abu Darda r.a berkata, Rasulullah
saw bersabda, “Maukah saya kabarkan kepada kalian suatu amal yang
paling baik dan paling suci di sisi Tuhanmu, yang paling meninggikan
derajat kalian, dan lebih baik bagi kalian daripada menafkahan emas
dan perak (dijalan Allah ), serta lebih baik daripada berjuang
melawan musuh, lalu kalian membunuh musuhmu atau musuhmu yang akan
membunuh kalian?” Ya!” Jawab para sahabat tegas. Beliau bersabda,
“Dzikrullah.” (Hr.Ahmad, Tirmidzi, dan ibnu Majah )
Riwayat lain menyebutkan, “Dari Abu
Sa'id r.a behawa Rasulullah saw ditanya, “ Siapakah hamba yang
paling utama derajatnya di sisi Allah saw pada hari kiamat?” Beliau
menjawab, “Orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah.” Saya
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah lebih utama dari pada berjuang
di jalan Allah?” Nabi saw. bersabda, “Walaupun ia memenggal leher
orang-orang kafir atau orang musyrik dengan pedangnya sehingga ia
terbunuh ataupun berlumuran darah, tetaplah orang yang berzdikir
lebih utama dari padanya satu derajat.”
Penjelasan:
Keutamaan dzikrullah ini berdasarkan
keadaan umum, karena kadang-kadang dalam situasi dan keadaan
tertentu, maka jihad, sedekah, dan sebagainya dipandang lebih utama
daripada amalan lain. Oleh karena itu, banyak hadits yang menjelaskan
tentang keutamaan amalan-amalan itu pada waktu-waktu tertentu, tetapi
dzikrullah dapat dilakukan pada setiap saat dan keadaan.
Adalah diceritakan dalam sebuah hadirs,
bahwa Rasulullah saw bersabda, “Segala sesuatu ada alat
pembersihnya, dan untuk membersihkan hati adalah berdzikrullah.”
Hadits ini menyebutkan bahwa dzikrullah adalah pembersih hati, maka
dzikrullah lebih utama dari pada amalan yang lain. Dzikir dianggap
sebagai pembersih hati yang kotor, karena semua ibadah harus
dikerjakan dengan ikhlas, sedangkan ikhlas bergantung kepada hati
yang bersih.
Maka itulah, sebagian ahli tasawuf
mengatakan, dzikir yang dimaksud dalam hadits ini adalah dzikir
qalbi ( dzikir dengan hati ) bukan dzikir lisan (dzikir dengan lidah
). Yang dimaksud dengan dzikir Qalbi, hendaknya hati kita senantiasa
bertawajuh kepada Allah. Dzikir seperti ini lebih baik daripada
amalan-amalan lainnya. Jika seorang telah mencapai keadaan seperti
ini, maka dia akan melakukan ibadah-ibadah lainnya, karena setiap
anggota badannya akan mengikuti yang senantiasa dalam keadaan dzikir.
Jika sudah asyik berdzikir, maka siapakah yang tidak akan
mengetahuinya?
Masih banyak hadis lain yang menyatakan
bahwa dzikir itu adalah amalan yang paling afdhal.
Seseorang bertanya kepada Salman
Alfarisi r.a “Amalan manakah yang paling utama? Jawabannya,
“Apakah engkau tidak membaca al Quran?” Disebutkan dalam al Quran
:
“....dan sesungguhnya mengingat Allah
adalah lebih besar (keutamaannya).” (Qs.al'Ankabut ayat 45)
Pengarang kitab Majalisul Abrar
mengatakan, “Di dalam hadits ini dinyatakan bahwa dzikir itu lebih
utama daripada sedekah, jihad dan ibadah lain, karena dzikrullah
merupakan tujuan asasi, sedangkan ibadah lain hanyalah alat.
Dzikir dapat dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, Dzikir lisan; Kedua, dzikir qalbi. Dzikir qalbi yaitu dzikir
yang disertai dengan muraqabah dan tafakkur lebih utama dari dzikir
lisan. Muraqabah yaitu mengingat Allah dalam hati. Itulah yang
dimaksudkan oleh hadits, “Berfikir sesaat itu lebih utama dari pada
70 tahun ibadah.” Diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, bahwa Sahl r.a
berkata, Nabi saw bersabda, “Dzikrullah berpahala 700.000 kali
lebih utama daripada orang yang bersedekah di jalan Allah” Dengan
demikian hadits-hadits yang menerangkan fadhilah dan keuntungan suatu
amalan tidaklah menimbulkan pertentangan satu sama lain. Misalnya
sebuah hadits yang menerangkan, berdiri sesaat di jalan Allah swt
lebih utama daripada shalat yang dikerjakan dirumah selama 70 tahun
berturut-turut, padahal kita tahu shalat adalah ibadah yang paling
utama. Akan tetapi ketika orang-orang kafir menyerang umat islam,
maka jihadlah yang dianggap ibadah paling utama. Dengan demikian
keutamaan suatu amal tergantung kepada situasi dan kondisi.
Hadits ke-4
Dari Abu Said al khudri r.a
sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, “Sungguh akan ada orang-orang
di dunia ini yang berdzikir kepada Allah diatas kasur-kasur empuk,
Allah akan memasukkan mereka ke derajat paling tinggi (didalam
surga). “(Hr. Ibnu Hibban)
Penjelsan :
Kesabaran dalam menghadapi penderitaan
dan kesulitan di dunia dapat menyebabkan manusia mencapai derajat
yang paling tinggi di alam akhirat. Sejauh mana seseorang mengalami
penderitaan atau pengorbanan karena agama,setinggi itulah derajatnya
akan dinaikan di dalam surga. Berbeda dengan dzikrullah yang
pahalanya penuh dengan keberkahan, menyebabkan manusia mencapai
derajat yang tinggi walaupun dikerjakan di atas kasur-kasur yang
empuk.
Rasulullah saw pernah bersabda, “Jika
kalian senantisa berdzikir kepada Allah setiap saat, niscaya para
malaikat akan berjabat tangan dengan kalian ditempat tidur kalian
atau di jalan-jalan. “Pada kesempatan lain, Rasulullah saw
bersabda, “Orang-orang mufarrid akan selalu meningkat dan maju.”
Para sahabat bertanya, “Siapakah Orang-orang mufarrid itu?”
Beliau saw bersabda, “Orang-orang yang senantiasa sibuk dengan
dzikrullah.”
Dengan memperhatikan hadits ini, para
ulama tasawuf menulis, “Sebaiknya jangan menyakiti para sultan dan
pegawai pemerintah yang selalu menjaga dzikrullah, karena mereka akan
mendapat derajat yang tinggi.” Abu Darda r.a berkata, “Hendaklah
kamu mengingat Allah ketika dalam keadaan gembira, niscaya Allah akan
mengingat kamu ketika dalam kesusahan dan kesempitan.”
Salman al Farisi r,a berkata, “Apabila
seseorang berdzikir kepada Allah dalam keadaan senang lapang, dan
gembira, maka ketika susah, para malaikat berkata, “Suara hamba
yang dha'if ini sangat menyenangkan kami (Maksudnya, mereka pernah
mendengar ia memohon bantuan kepada Allah swt)” Namun berangsiapa
tidak berdzikir kepada Allah dalam kesenangan, kemudian ia mengingat
Allah ketika menderita kesusahan, maka para malaikat berkata, “Suara
ini tidak patut dikasihani.” Ibnu Abbas r.a berkata, “Surga
mempunyai delapan pintu, salah satu pintunya dukhususkan bagi orang
yang selalu berdzikir.” Sebuah hadits menyebutkan, “Barangsiapa
yang memperbanyak dzikir, niscaya ia akan terbebas dari sifat
munafik.” Di dalam hadits lain dinyatakan, Allah swt mencintai
orang-orang yang banyak berdzikir.
Suatu ketika Rasululah saw pulang dari
suatu perjalanan, tiba-tiba Rasulullah saw berhenti sebentar di suatu
tempat, lalu beliau bersabda, “Dimanakah orang-orang yang selalu
maju?” para sahabat menjawab, “Mereka telah mendahului kami.”
Rasulullah saw bersabda lagi, “Orang yang selalu maju ialah oranng
yang selalu sibuk dengan dzikrullah . Barangsiapa manghendaki
kepuasan surga, maka hendaklah memperbanyak dzikrullah.”
Hadits ke-5
Dari Abu Musa r.a berkata, Rasulullah
saw bersabda , “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya
dengan orang yang tidak berdzikir kepada Tuhannya, adalah seperti
orang yang hidup dengan orang yang mati.” (Hr.Bukhari, Muslim, dan
Baihaqi)
Penjelasan :
Setiap manusia mencintai kehidupan dan
takut kepada kematian. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa tidak
mengingat Allah swt, walaupun ia hidup, maka keadaannya tidak berbeda
dengan orang yang mati, kehidupannya adalah sia-sia.” Seorang
pujangga berbangsa Persia berkata :
“Kehidupanku kini bukanlah kehidupan
yang hakiki. Kehidupan yang hakiki adalah jika seseorang dapat
mencintai kekasihnya.”
Sebagian ulama mengatakan bahwa
demikianlah hakekat hati, yaitu jika seseorang selalu berdzikir, maka
hatinya selalu hidup, dan barangsiapa yang tidak berdzikir, maka
sesungguhnya hatinya telah mati. Sebagian ulama menjelaskan maksud
hadits diatas, yaitu memandang dari segi untung dan
ruginya.Barangsiapa menyakiti orang yang berdzikir, maka seolah-olah
ia menyakiti orang yang hidup yang akan membalas kepada orang yang
menyekitinya. Namun barangsiapa menyakiti orang yang tidak berdzikir,
ia seolah-olah menyakiti orang yang mati yang tidak akan mampu untuk
mambalas.
Para ulama tasawuf mangatakan, “Yang
dimaksud dengan 'dianggap hidup' ialah seseorang yang berdzikir
sebanyak-banyaknya dengan ikhlas untuk mencari keridhaan Allah.
Sesungguhnya ia tidak akan mati, tetapi hanya pindah alam saja.
Sebagaimana ditegaskan dalam al Quran tentang orang yang mati syahid
:
“.....tetapi mereka hidup di sisi
Tuhan mereka, dan diberi rezeki.” (Qs.Ali Imran ayat 169 )
hakin dan Tirmidzi rah.a berkata,
“Dzikrullah itu melembutkan hati. Hati yang kosong dari dzikrullah
akan menyebabkan bahwa nafsu bergejolak, dan syahwat akan terbakar,
sehingga hatinya menjadi keras, dan anggota-anggota badan lainnya
turut menjadi keras. Dia tidak akan lagi taat kepada Allah. Jika
anggota-anggota badan itu ditarik (untuk diperbaiki), maka pastinya
akan patah, seperti kayu yang kering yang tidak dapat bengkok,
kecuali apabila dipotong atau dibakar.”
Hadits ke-6
“Dari Abu Musa r.a berkata,
Rasulullah saw bersabda, “Jika ada seseorang yang memiliki uang
ditempatnya, ia membagikannya (di jalan Allah), dan seorang lagi
sibuk dengan berdzikir kepada Allah, maka orang yang berdzikir kepada
Allah itu lebih utama.” (Hr.Thabrani)
Penjelasan :
Bersedekah di jalan Allah adalah satu
amalan yang sangat mulia, namun jika dibandingkan dengan dzikrullah,
ternyata dzikrullah lebih utama.
Alangkah beruntungnya orang kaya
menginfakkan hartanya di jalan Allah swt, di samping itu ia juga
mendapat taufik untuk berdzikir kepada Allah swt, Dalam sebuah hadits
telah diberitakan, Allah swt juga bersedekah kepada hamba-hamba-Nya
setiap hari menurut keadaan mereka, dan setiap manusia diberi nikkmat
sesuai dengan keutamaannya. Tidak ada anugrah yang lebih besar
daripada taufik untuk berdzikir kepada Allah swt Mereka yang sibuk
dengan perdagangan, pertanian atau pekerjaan yang lainnya, jika
mereka menyisihkan sedikit waktunya untuk berdzikir, sudah pasti
mereka akan memperoleh keuntungan yang sangat besar. Menyisihkan
ssedikit waktu dari 24 jam sehari untuk berdzikir bukanlah sesuatu
yang sulit. Kita telah terbiasa menghabiskan waktu dengan perbuatan
sia-sia. Padahal tidaklah sulit menyisihkan sedikit waktu untuk
berdzikir kepada Allah swt..
Rasulullah saw bersabda, “ Orang yang
paling utama di sisi Allah ialah orang ketika berdzikir, dia selalu
memperhatikan peredaran bulan, matahari, bintang dan bayang-bayang
untuk menjaga waktu dzikirnya.” Walaupun zaman sekarang ini sudah
banyak terdapat berbagai petunjuk waktu, namun kita tidak dapat
menggunakannya untuk panduan berdzikir. Jika jam waktunya tidak
tepat, maka dapat digunakan taqwim syamsi agar waktu yang sangat
berharga itu tidak sia-sia. Dalam sebuah hadits disebutkan, jika
seseorang berdzikir kepada Allah di suatu tempat, maka permukaan
bumi itu merasa bangga atas bumi-bumi lainnya, sehingga ketujuh lapis
dibawahnya.
Hadits ke-7
Dari Mu'adz bin Jabal r.a berkata,
Rasulullah saw bersabda, “Tidak akan menyesal ahli surga, kecuali
satu saat yang telah mereka lalui tanpa berdzikir kepada Allah Ta'ala
di dalamnya.”(Hr.Thabrani dan Baihaqi)
Penjelasan:
Apabila seseorang memasuki surga, Allah
swt akan memperhatikan pahala yang berlipat ganda bagaikan gunung,
hasil dari menyebut nama Allah Yang Maha Suci yang ia lakukan ketika
di dunia. Maka ia akan berkata, “Alangkah ruginya saya, karena saya
banyak membuang waktu di dunia tanpa berdzikir.”
Hafizh Ibnu Hajar rah.a menulis dalam
kitabnya Al Munabbihat, bahwa Yahya Bin Mu'adz Razi rah.a sering
berkata di dalam munajatnya.
'Wahai Tuhanku, malam tidak akan terasa
enak kecuali dengan bermunajat kepada-Mu. Siang tidak terasa enak
kecuali dengan menyebut nama-Mu. Akhirat tidak akan terasa enak
kecuali dengan ampunan-Mu (terhadap dosa-dosa saya),. Dan surga tidak
akan terasa enak kecuali dengan memandang wajah-Mu (Yang Maha
Indah).”
Sirri rah.a berkata, “Saya melihat
Jurjani rah.a sedang meniup sekam pada tepung gandum kasar. Lalu saya
bertanya, “Mengapa tepung itu ditiup?” Ia menjawab, “Setelah
membandingkan waktu antara mengunyah roti dengan meniup tepung ini
lalu mengunyahnya, ternyata banyak membuang waktu. Dalam selisih
waktunya dapat digunakan untuk betdzikir Subhanallah sebanyak 70
kali. Oleh karena itu, sejak 40 tahun yang lalu saya tidak memakan
roti. Dan sebagai gantinya, saya meniup tepung gandum kasar ini lalu
dimakan.”
Manshur bin mu'tamar rah.a telah
menulis bahwa setiap setelah shalat Isya beliau tidak berbicara
dengan siapapun. Hal ini telah berlangsung selama 40 tahun.
Dikisahkan pula mengenai Rabi' bin Haitsam rah.a bahwa selama 20
tahun beliau menulis semua ucapannya pada sehelai kertas, lalu pada
malam harinya beliau akan muhasabah (menghisab diri), berapa banyak
ucapan yang penting dan berapa banyak ucapan yang penting dan berapa
banyak ucapan yang tidak penting. (Sumber Himpunan Kitab Fadhail Amal
Hal 122-129)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar