“Bukankah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang?” demikianlah
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. Ar-Ra’du: 28. Seyogyanya
seorang muslim menghiasi hidupnya dengan memperbanyak dzikir kepada
Allah, di mana dan kapan pun juga. Ketenangan jiwa dan kenyamanan hidup
hanya didapat oleh seorang manusia dengan berdzikir kepada Allah.
Tentunya ‘dzikir’ dengan makna yang lebih luas cakupannya, bukan sebatas
dzikir dengan lisan saja sebagaimana yang banyak kita saksikan hari
ini.
Munculnya penomena majelis dzikir, Indonesia berdzikir, dzikir nasional
dan istilah lainnya sebenarnya sesuatu yang positif. Namun amat
disayangkan, banyak kaum muslimin yang melakukan hal demikian, justru
terjerumus pada banyak kesalahan yang menunjukkan mereka tidak mengerti
bagaimana dzikir pada hakikatnya.
Sebagai contoh, ada seorang ibu muda yang aktif mengikuti ‘majelis
dzikir’. Kecintaannya pada dzikir begitu mempesona. Bahkan dia tidak
canggung mengajak teman-temannya dari kalangan para ibu untuk mengikuti
kegiatan tersebut. Tapi, bila kita lihat kehidupannya sehari-hari
sungguh memprihatinkan. Keluar rumah tanpa menutup auratnya, ngobrol
dengan kaum pria yang bukan mahromnya begitu ‘nyantainya’.
Lantas di mana buah dzkir yang selama ini ia lakukan? Apa dzikir itu sendiri? Apakah dzikir itu hanya sebatas di lisan saja?
Tema kita kali ini akan membahas seputar dzikir dan hakikatnya yang
sebenarnya, agar dzikir yang kita lakukan benar di mata Allah dan juga
di mata manusia.
Urgensi dan Kedudukan Dzikir
Satu kepastian bahwa dzikir dan do’a adalah sebaik-baik amalan yang
mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabbnya, bahkan ia merupakan
kunci semua kebaikan yang diinginkan seorang hamba di dunia dan akhirat.
Kapan saja yang Alah Ta’ala berikan kunci ini pada seorang hamba maka
Allah Ta’ala inginkan ia membukanya dan jika Allah menyesatkannya maja
pintu kebaikan tersisa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana,
bingung, pikiran kalut, depresi dan lemah semangat dan keinginannya.
Apabila ia menjaga dzikir dan do’a serta terus berlindung kepada Allah
maka hatinya akan tenang, sebagaiman firman Allah :
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du :28)
Allah berfirman menjelaskan arti penting dan kedudukan dzikir dalam banyak ayatnya, diantaranya:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ
وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ
وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّآئِمِينَ
وَالصَّآئِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ
وَالذَّاكِرِينَ اللهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أّعَدَّ اللهُ لَهُم
مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzaab :35)
Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
menjelaskan secara gamblang arti penting dan kedudukan dzikir pada diri
seorang muslim dalam banyak haditsnya, diantaranya:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي
لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Dari Abu Musa , beliau berkata: telah bersabda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, “Permisalan orang yang berdzikir kepada Allah dan
yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dan mati.” (HR.
Al-Bukhari)
Dan hadits beliau yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ فِي طَرِيقِ مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ
يُقَالُ لَهُ جُمْدَانُ فَقَالَ سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ
الْمُفَرِّدُونَ قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ
“Dari Abu Hurairah, beliau berkata: “Al-Mufarridun telah mendahului”
mereka bertanya: ‘Siapakah Al-Mufarridun wahai Rasulullah?’ Beliau
menjawab: “Laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir.” (HR. Muslim)
Keutamaan dan Fadah Dzikir
Keutamaan dan faedah dzikir sangat banyak sekali, sampai-sampai imam
Ibnul Qayyim menyatakan dalam kitabnya Al-Waabil Ash-Shoyyib bahwa
dzikir memiliki lebih dari seratus faedah dan menyebutkan tujuh puluh
tiga faedah didalam kitab tersebut.
Diantara keutamaan dan faedah dzikir adalah:
1. Dzikir dapat mengusir syaitan dan melindungi orang yang berdzikir
darinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Dan aku (Yahya bin Zakariya) memerintahkan kalian untuk banyak
berdzikir kepada Allah. Permisalannya itu seperti seseorang yang
dikejar-kejar musuh lalu ia mendatangi benteng yang kokoh dan berlindung
di dalamnya. Demikianlah seorang hamba tidak dapat melindungi dirinya
dari syaitan kecuali dengan dzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi dan
Ahmad)
Ibnul Qayim memberikan komentarnya terhadap hadits ini: ‘Seandainya
dzikir hanya memiliki satu keutamaan ini saja, maka sudah cukup bagi
seorang hamba untuk tidak lepas lisannya dari dzikir kepada Allah dan
senantiasa gerak berdzikir, karena ia tidak dapat melindungi dirinya
dari musuhnya kecuali dengan dzikir kepada Allah. Para musuh hanya akan
masuk melalui pintu kelalaian dalam keadaan terus mengintainya. Jika ia
lengah maka musuh langsung menerkam dan memangsanya dan jika berdzikir
kepada Alah maka musuh Allah itu meringkuk dan merasa kecil serta
melemah sehingga seperti Al Wash’ (sejenis burung kecil) dan seperti
lalat’.
Manusia ketika lalai dari dzikir maka syaitan langsung menempel dan
menggodanya serta menjadi teman yang selalu menyertainya, sebagaimana
firman Allah:
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
“Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha Pemurah
(Al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az
Zukhruf:36).
Seorang hamba tidak mampu melindungi dirinya dari syaitan kecuali dengan dzikir kepada Allah.
2. Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan dan depresi dan
dapat mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan hidup. Hal ini
dijelaskan Allah dalam firmanNya:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du :28)
3. Dzikir dapat menghidupkan hati, bahkan dzikir itu sendiri pada
hakekatnya adalah kehidupan bagi hati tersebut. Apabila hati kehilangan
dzikir maka seakan-akan kehilangan kehidupannya sehingga tidak hidup
sebuah hati tanpa dzikir kepada Allah. Oleh karena itu Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah berkata: ‘Dzikir bagi hati seperti air bagi ikan, lalu
bagaimana keadaan ikan jika kehilangan air?’
4. Dzikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari adzab Allah,
karena dzikir merupakan satu kebaikan yang besar dan kebaikan menghapus
dosa dan menghilangkannya. Tentunya hal ini dapat menyelamatkan orang
yang berdzikir dari adzab Allah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam :
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا قَطُّ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
“Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang lebih
menyelamatkan dirinya dari adzab Allah dari dzikrullah.” (HR. Imam Ahmad
dalam Al-Musnadnya)
5. Dzikir menghasilkan pahala, keutamaan dan karunia Allah yang tidak
dihasilkan selainnya, padahal sangat mudah mengamalkannya, karena
gerakan lisan lebih mudah dari gerakan anggota tubuh lainnya. Diantara
pahala dzikir yang disebutkan Rasulullah adalah:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ
الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ
مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ
مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ
حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ
أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ
ذَلِكَ
“Barang siapa mengucapkan (dzikir):
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
dalam sehari seratus kali, maka itu sama dengan pahala sepulih budak,
ditulis seratus kebaikan untuknya dan dihapus seratus dosanya. Juga
menjadi pelindungnya dari syeitan pada hari itu sampai sore dan tidak
ada satupun yang lebih utama dari amalannya kecuali seorang yang beamal
dengan amalan yang lebih banyak dari hal itu.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Ibnul Qayim berkata: ‘Dzikir adalah ibadah yang paling mudah namun
paling agung dan utama, karena gerakan lisan adalah gerakan anggota
tubuh yang paling ringan dan mudah. Seandainya satu anggota tubuh
manusia sehari semalam bergerak seukuran gerakan lisannya, tentulah hal
itu sangat menyusahkannya sekali, bahkan tidak mampu.’
6. Dzikir adalah tanaman jannah. Ini berlandaskan sabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits Abdillah bin Mas’ud yang
berbunyi:
لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ
أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلَامَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ
طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ وَأَنَّهَا قِيعَانٌ وَأَنَّ
غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
“Aku berjumpa dengan Ibrohim pada malam isra’ dan mi’roj, lalu ia
berkata: “Wahai Muhammad, sampaikan salamku kepada umatmu dan
beritahulah mereka bahwa jannah memiliki tanah yang terbaik dan air yang
paling menyejukkan. Jannah itu dataran kosong (Qai’aan) dan tumbuhannya
adalah (dzikir) Subhanallahi Walhamdulillah Walaa ilaha illa Allah
Wallahu Akbar.” (HR. At-Tirmidzi)
7. Dzikir menjadi cahaya penerang bagi yang berdzikir di dunia, di
alam kubur dan di akhirat. Meneranginya di shirota, sehingga tidaklah
hati dan kuburan memiliki cahaya seperti cahaya dzikrullah. Hal ini
berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami
berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat
berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar
dari padanya.” (QS. Al-An’am:122)
8. Dzikir menjadi sebab mendapatkan shalawat dari Allah dan para malaikatNya, sebagamana firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah,
zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu
pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya
(memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzaab:41-43)
9. Banyak berdzikir dapat menjauhkan seseorang dari kemunafikan,
karena orang munafik sangat sedikit berdzikir kepada Allah, sebagiamana
firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan
manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit
sekali.” (QS. An-Nisaa’:142)
Shahabat Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Khawarij: “Apakah mereka
munafiq atau bukan?” Beliau menjawab: “Orang munafik tidak berdzikir
kepada Allah kecuali sedikit.” Ini merupakan alamat kemunafikan, yaitu
sedikit berdzikir kepada Allah. Berdasarkan hal ini maka banyak
berdzikir merupakan pengaman dari kenifakan.
10. Dzikir adalah amalan yang paling baik, paling suci dan paling
tinggi derajatnya, sebagaimana dinyatakan Rasulullah dalam sabdanya:
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ
مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ
إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا
عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ
قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى
“Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbaik dan tersuci
serta tertinggi pada derajat kalian, ia lebih baik dari berinfak emas
dan perak dan lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu kalian
memenggal kepalanya dan mereka memenggal kepala kalian?” Mereka
menjawab: “ya”, lalu Rasulullah menjawab: “Dzikrullah.” (HR.
At-Tirmidzi)
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzab: 41-42).
Senin, 16 April 2012
Berdoa kepada Dzat Yang Maha Dekat
Doa merupakan inti ibadah, demikian Sabda Rasulullah SAW. Dengan demikian doa merupakan sebuah pilar penting dari peribadatan kita. Doa merupakan cermin seorang Muslim yang sangat menggantungkan dirinya kepada Allah SWT.
Dengan kita mengucapkan doa ini maka kita menempatkan diri sebagai seorang hamba yang mengharapkan doanya dikabulkan oleh Allah SWT. Kita bersikap menghambakan diri kepada Allah SWT. Posisi inilah yang kemudian akan memberikan keyakinan bahwa semua doa akan dijawab Allah SWT.
Allah sendiri berfirman dalam Surat Al Mukin aya 60:
dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina”.
Bahkan Allah SWT memuji hambanya yang berdoa kepada Nya seperti tercantum dalam Surat Al Anbiya ayat 90.
Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada kami.
Setiap waktu kita berdoa, memohon sesuatu untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Setiap hari pula kita menantikan jawaban dari Allah. Dan inilah yang meneguhkan orang beriman bahwa Allah mendengarkan doa hambanya bahkan sekalipun hanya melintas dalam hati apalagi kalau diucapkan dengan nada memohon dan mengharap.
Allah sendiri menegaskan mendengarkan doa hambaNya dan akan mengabulkan permintaannya.
dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
Kini saatnya kita mengubah orientasi dari memohon kepada mahluk apalagi memmohon kepada benda, menjadi totalitas menggantungkan harapan kepada Allah. Allah Maha Perkasa, Maha Kaya dan Maha Kuasa pasti akan mengabulkan hambanya yang mengajukan permohonan untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat dalam Ridha-Nya.
Dzikir kepada Allah, sedekah yang paling baik
Setiap orang memiliki harta benda namun tidak setiap orang memiliki
harta berlebih. Kadangkala kita sendiri merasa kurang harta dalam
menjalani kehidupan ini. Tidak jarang ini menimbulkan keresahan,
kegelisahan, takut akan masa depan dan menimbulkan rasa tidak percaya
diri.
Semuanya karena harta benda yang kita miliki sedikit, rumah sederhana, tidak punya kendaraan, kalau pun ada hanya sepeda motor. Sementara kita melihat sekeliling tampak seperti bergelimang harta, dimudahkan dalam perjalanan dan hidup serba nyaman.
Jangan bersedih. Semuanya adalah rezeki Allah. Bersama Allah hati kita menjadi tenang meskipun tanpa harta benda berlebih. Bahwa kita sudah berusaha semaksimal mungkin meraih rezeki Allah namun hanya sedikit yang kita dapatkan, tetaplah bersyukur. Tetaplah berikhtiar lalu bertawakal.
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya: “Hamba yang bagaimanakan yang paling baik di sisi Allah pada hari Kiamat?. Beliau menjawab: “Orang yang banyak berdzikir”.
Maka dengan hadits ini maka posisi yang baik bisa diraih dengan banyak berdzikir kepada Allah.
Bahkan Rasulullah menyatakan jika tidak memiliki kelebihan harta maka ucapkanlah Subhaanallah, Allahu Akbar, Alhamdulillah dan Laa Ilaaha Ilallah.
Dari Abu Dzar rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Ada sekelompok sahabat Rasulullah melapor, “Wahai Rasulullah orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka sholat sebagaimana kami sholat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Beliau bersabda, “Bukankah Alloh telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah dan pada setiap tahlil ada sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan mendatangi istrimu juga sedekah.” Mereka bertanya. “Wahai Rasulullah, apakah jika seseorang memenuhi kebutuhan syahwatnya itu pun mendatangkan pahala?” Beliau bersabda, “Apa pendapatmu, bila ia menempatkan pada tempat yang haram, bukankah ia berdosa? Demikian pula bila ia menempatkan pada tempat yang halal, ia akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Setiap lafadz suci ini memiliki pahala seperti pahala sedekah. Hal ini disebabkan lafadz-lafadz itu adalah amalan yang kekal sebagaimana Allah berfirman:
Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya disisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al Kahfi: 46)
Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Ankabut:45)
Semuanya karena harta benda yang kita miliki sedikit, rumah sederhana, tidak punya kendaraan, kalau pun ada hanya sepeda motor. Sementara kita melihat sekeliling tampak seperti bergelimang harta, dimudahkan dalam perjalanan dan hidup serba nyaman.
Jangan bersedih. Semuanya adalah rezeki Allah. Bersama Allah hati kita menjadi tenang meskipun tanpa harta benda berlebih. Bahwa kita sudah berusaha semaksimal mungkin meraih rezeki Allah namun hanya sedikit yang kita dapatkan, tetaplah bersyukur. Tetaplah berikhtiar lalu bertawakal.
Imam Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya: “Hamba yang bagaimanakan yang paling baik di sisi Allah pada hari Kiamat?. Beliau menjawab: “Orang yang banyak berdzikir”.
Maka dengan hadits ini maka posisi yang baik bisa diraih dengan banyak berdzikir kepada Allah.
Bahkan Rasulullah menyatakan jika tidak memiliki kelebihan harta maka ucapkanlah Subhaanallah, Allahu Akbar, Alhamdulillah dan Laa Ilaaha Ilallah.
Dari Abu Dzar rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Ada sekelompok sahabat Rasulullah melapor, “Wahai Rasulullah orang-orang kaya telah memborong pahala. Mereka sholat sebagaimana kami sholat, mereka berpuasa sebagaimana kami puasa, namun mereka dapat bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Beliau bersabda, “Bukankah Alloh telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah dan pada setiap tahlil ada sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan mendatangi istrimu juga sedekah.” Mereka bertanya. “Wahai Rasulullah, apakah jika seseorang memenuhi kebutuhan syahwatnya itu pun mendatangkan pahala?” Beliau bersabda, “Apa pendapatmu, bila ia menempatkan pada tempat yang haram, bukankah ia berdosa? Demikian pula bila ia menempatkan pada tempat yang halal, ia akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Setiap lafadz suci ini memiliki pahala seperti pahala sedekah. Hal ini disebabkan lafadz-lafadz itu adalah amalan yang kekal sebagaimana Allah berfirman:
Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya disisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al Kahfi: 46)
Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al Ankabut:45)
MARI BERDZIKIR KEPADA ALLAH !!!
Dzikrullah, menyebut nama-nama Allah yang mulia dan sifat-sifat-Nya
yang tinggi merupakan suatu ibadah agung yang tak ternilai balasannya.
Lisan yang selalu basah dengan dzikrullah, membaca tasbih, takbir
ataupun tahlil, yang disertai dengan hati yang khusyu’ akan membuahkan
hasil yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata dan tak terbetik pula
oleh bayangan manusia. Hatinya semakin tuma’ninah (tenang dan lapang),
dipenuhi rahmat dan taufiq dari Allah . Sehingga ia mampu menghadapi
semua problematika hidup ini dengan dada yang lapang dan hati yang sabar
sambil mengharap keridhaan Allah . Bukankah Allah telah berfirman?!!!
(artinya):
“Bukankah dengan berdzikir kepada Allah menjadikan hati itu tuma’ninah?.” (Ar Ra’ad: 28)
Bersama kajian kita kali ini, akan dipaparkan tentang urgensi (pentingnya) dzikrullah (berdzikir kepada Allah ) berdasarkan Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.
Kebutuhan Dzikrullah
Kebutuhan seorang hamba kepada dzikrullah bagaikan tubuhnya yang selalu butuh kepada makan dan minum. Bila ia lupa dari dzikrullah, maka pada hakekatnya ia dalam keadaan mati. Hatinya mati untuk mengagungkan kebesaran penciptanya dan mensucikan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Penglihatan dan pendengarannya tiada berfungsi (mati) untuk mengagungkan ayat-ayat kauniyah (kesempurnaan penciptaan alam semesta) dan memperhatikan ayat-ayat syar’iyah (kesempurnaan hukum-hukum Allah ). Dia berjalan dalam keadaan gelap gulita yang tiada dapat membedakan antara yang haq dan yang batil. Tenggelam dalam kekufuran, kezhaliman, kemaksiatan dan kebodohan, yang ia sadari maupun tanpa ia sadari. Sehingga pada hakekatnya ia adalah mati disebabkan lalai dari dzikir kepada Allah, seperti halnya ikan akan mati disebabkan kekeringan. Demikianlah yang ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya (artinya):
“Dan apakah orang yang sudah mati (sebelum mendapat hidayah dan taufiq dari Allah -pent) kemudian Kami hidupkan, lalu Kami berikan kepadanya cahaya yang terang (cahaya ilmu dan iman -pent), maka dengan cahaya tersebut ia bisa berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita (tenggelam dalam kekufuran, kezhaliman dan kemaksiatan) yang sekali-kali ia tidak dapat ke luar darinya? (Al An’am: 122)
Demikian pula Rasulullah juga menegaskan di dalam sabdanya:
مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَ الَّذِي لاَيَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَ الْمَيِّتِ
“Permisalan orang yang berdzikir kepada Rabb-NYa dan orang yang tidak berdzikir kepada-Nya adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” (H.R. Al Bukhari: 6407, dari Abu Musa Al Asy’ari)
Bahkan Rasulullah menegaskan pula, bahwa rumah yang kosong dari dzikrullah ibarat rumah yang dihuni oleh orang mati. Sebagaimana beliau bersabda:
مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِيْ يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتِ الَّذِي لاَيُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Permisalan rumah yang digunakan berdzikir pada Allah di dalamnya dan rumah yang tidak digunakan berdzikir pada Allah di dalamnya, seperti orang hidup dan orang yang mati.” ( HR Muslim: 779, dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri )
Kewajiban Dzikrullah
Para pembaca, demikianlah kebutuhan seorang hamba terhadap dzikrullah, atas dasar itulah Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya. Di dalam Al Qur’anul Karim sangatlah banyak ayat-ayat yang menunjukkan perintah dzikrullah. Diantaranya perintah dzikrullah secara mutlaq, dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun kedaannya, maka ia hendaknya selalu berdzikir kepada Allah . Sebagaimana firman Allah (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kalian kepada Allah dengan dzikir yang banyak dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan sore hari. Dia-lah yang memberi rahmat kepada kalian dan malaikat-Nya (memohonkan ampun untuk kalian) supaya Dia mengeluarkan kalian dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). ” ( Al Ahzab :41)
Di dalam ayat-ayat Al Qur’an yang lain Allah juga memerintahkan dzikrullah tetapi dikaitkan dengan ibadah-ibadah besar yang lainnya. Maka perhatikanlah ayat-ayat Allah berikut ini:
1. Perintah dzikrullah setelah menunaikan shalat.
Allah berfirman (artinya):
“Jika kalian telah menunaikan shalat maka berdzikirlah kepada Allah sambil berdiri, duduk atau sambil berbaring di atas sisi kalian.” ( An Nisa’ :103)
2. Perintah dzikrullah setelah menunaikan shaum (puasa).
Allah berfirman (artinya):
“Dan sempurnakanlah hitungan puasamu dan bertakbirlah kepada Allah atas hidayah yang Allah berikan kepadamu agar kalian semua bersyukur.” (Al Baqarah :185)
3. Perintah dzikrullah setelah menunaikan haji.
Allah berfirman (artinya):
“Jika kalian telah selesai menunaikan manasik haji kalian maka berdzikirlah kepada Allah, sebagaimana kalian mengingat (membangga-banggakan kebesaran) moyang-moyang kalian atau bahkan berdzikirlah lebih dari itu kepada Allah.” (Al Baqarah :200)
4. Perintah dzikrullah disaat berjihad fii sabilillah.
Allah berfirman (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman jika kalian bertemu kelompok musuh, kokohkanlah diri-diri kalian dan perbanyaklah berdzikir mengingat Allah, agar kalian beruntung.” (Al Anfal: 45)
5. Perintah dzikrullah di dalam segala aktivitas untuk mencari karunia Allah .
Allah berfirman (artinya):
“Jika shalat jum’at telah ditunaikan, maka menyebarlah di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan perbanyaklah berdzikir kepada Allah agar kalian mendapatkan keberuntungan.” (Al Jumu’ah :10)
Sehingga ibadah dzikrullah merupakan ibadah terbesar. Sebagaimana firman Allah (artinya):
“Dan sungguh berdzikir kepada Allah adalah yang terbesar.” (Al Ankabut :45)
Ayat diatas menerangkan bahwa dzikrullah merupakan ibadah terbesar. Walaupun demikian, hal ini tidaklah bertentangan dengan dalil-dalil yang menerangkan bahwa ibadah shalat, shaum, haji merupakan ibadah yang amat besar pula, bahkan jihad sebagai puncak tertinggi amalan di dalam Islam. Karena tujuan ibadah itu pada hakekatnya untuk berdzikir kepada Allah . Dan ruh amalan-amalan ibadah itu adalah dzikrullah. Sehingga suatu ibadah yang diiringi dengan dzikrullah itu lebih besar daripada ibadah yang kosong dari dzikrullah. Oleh karena itu Allah berfirman: “Dan dirikanlah shalat dalam rangka untuk mengingat-Ku.” (Thaaha :14)
Hakekat Dzikrullah
Hakekat dzikrullah akan membuahkan bagi hamba kesiapan untuk tunduk dan pasrah dalam menerima (melaksanakan) syari’at-syari’at-Nya serta selalu berupaya untuk mencari al haq (kebenaran). Bila ada seseorang yang lisannya senantiasa basah dengan dzikrullah tetapi perbuatannya malah banyak melanggar syari’at Allah dan enggan untuk mencari kebenaran, maka sesungguhnya ia masih belum memahami arti dzikrullah dengan sebenar-benarnya. Padahal Allah berfirman (artinya):
“Dan berdzikirlah mengingat Tuhanmu pada dirimu dengan penuh harap akan surga-Nya dan penuh rasa cemas akan siksa-Nya.” (Al A’raf : 205)
Di dalam ayat di atas Allah memerintahakan berdzikir dengan disertai raja’ (penuh harap) akan surga-Nya dan khauf (penuh rasa cemas) akan siksa-Nya. Bagaimana ia berharap akan masuk al jannah (surga), sementara ia masih melalaikan/meninggalkan amalan-amalan yang diwajbkan kepadanya? Dan bagaimana pula ia takut dari siksa-Nya yang amat pedih, sementara ia masih melakukan perbuatan-perbuatan keji yang justru akan memasukkannya ke dalam an naar (neraka)?
Buah Dari Berdzikir
Dzikrullah memiliki keutamaan yang sangat banyak sekali. Bahkan Al Imam Ibnul Qayyim di dalam kitabnya Ighatsatul lahfan menyatakan bahwa keutamaan dari dzikirullah bisa mencapai seratus lebih. Diantara keutamaan berdzikir, sebagai berikut:
1. Menenangkan jiwa dan menguatkan hati.
2. Meraih keberuntungan di dunia dan akhirat.
3. Mengusir syaithan dan mengenyahkannya.
4. Mendapatkan ampunan dan balasan yang besar dari Allah .
Allah berfirman (artinya):
…”Dan laki-laki maupun para wanita yang banyak berdzikir kepada Allah, sungguh Allah sediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Ahzab :35)
Rasulullah bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ اَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِيْ دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ ، قَالُوا: بَلى يَارَسُوْلَ اللهِ ، قَالَ: ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى
“Maukah kalian bila aku kabarkan tentang sebaik-baiknya amalan dan yang paling suci di sisi Penguasa Kalian (Allah ), yang paling meninggikan derajat kalian, lebih baik daripada infaq emas maupun perak, bahkan lebih baik bagi kalian daripada bertemu musuh kemudian kalian menebas leher-leher mereka atau mereka yang menebas leher-leher kalian? Para sahabat seraya menjawab: “Tentu, Wahai Rasulullah, kemudian Rasulullah berkata: “Dzikrullah ،.”(H.R. At Tirmidzi no. 3377, lihat Shahih At Tirmidzi 3/139 dari sahabat Abu Dzar )
“Barangsiapa mengucapkan:
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
seratus kali dalam sehari, maka dia mendapat pahala seperti pahala membebaskan sepuluh budak, ditetapkan baginya seratus kebaikan, dihapuskan seratus keburukan, perlindungan dari gangguan setan pada hari itu hingga petang hari, dan tidak ada seseorang yang membawa sesuatu yang lebih utama daripada yang dibawa orang itu, kecuali orang yang melakukannya lebih banyak lagi. Barangsiapa yang mengucapkan سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ seratus kali dalam sehari, maka akan dihapuskan dosa-dosanya sekalipun dosa-dosa itu sebanyak buih di lautan.” (H.R. Muslim no. 2691, dari sahabat Abu Hurairah )
Dan masih banyak lagi keutamaan dzikir-dzikir lainnya yang dituntunkan di dalam hadits-hadits yang shahih.
5. Senantiasa diingat oleh Allah .
Allah berfirman (artinya):
“Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian.” (Al Baqarah :152)
Peringatan dari Lalai Berdzikir kepada Allah
Setelah kita mengetahui betapa besar urgensinya dzikrullah bagi seorang hamba dan bahkan merupakan perintah dari Allah , maka melalaikan dzikrullah merupakan perkara yang dilarang pula oleh-Nya. Bahkan Allah memberitakan tentang kerugian besar bagi orang yang melalaikan dzikir dan tersibukkan dengan selainnya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jangan sampai harta dan anak-anakmu melalaikan kalian dari berdzikir kepada Allah, dan siapa yang melakukan hal itu, maka mereka adalah orang-orang yang merugi.” (Al Munafiqun :9)
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpun pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Rabbi, mengapa Engkau menghimpunku dalam kedaan buta padahal aku dahulunya dapat melihat. Allah berfirman: “Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu pula hari ini kamupun dilupakan.” (Thaaha: 124-126)
Rasulullah bersabda:
مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةً وَمَنِ اضْطَجَعَ مُضْطَجَعًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةً
“Barangsiapa yang duduk pada suatu majelis dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah, maka hal itu menjadi pengurang dan kerugian dari Allah terhadapnya. Dan barangsiapa yang berbaring di atas pembaringan dalam kea daan tidak berdzikir kepada-Nya, maka hal itu menjadi pengurang dan kerugian dari Allah terhadapnya. (H.R. Abu Dawud no. 4856, lihat Shahihul Jami’ 5/342 dari sahabat Abu Hurairah )
Akhir kata, mudah-mudahan tulisan yang singkat ini dapat menumbuhkan dan memperkokoh dzikir kita kepada Allah dan mendorong kita untuk terus mempelajari dzikir-dzikir yang terdapat dalam hadits-hadits Rasulullah yang shahih.
“Bukankah dengan berdzikir kepada Allah menjadikan hati itu tuma’ninah?.” (Ar Ra’ad: 28)
Bersama kajian kita kali ini, akan dipaparkan tentang urgensi (pentingnya) dzikrullah (berdzikir kepada Allah ) berdasarkan Al Qur’an dan hadits-hadits yang shahih.
Kebutuhan Dzikrullah
Kebutuhan seorang hamba kepada dzikrullah bagaikan tubuhnya yang selalu butuh kepada makan dan minum. Bila ia lupa dari dzikrullah, maka pada hakekatnya ia dalam keadaan mati. Hatinya mati untuk mengagungkan kebesaran penciptanya dan mensucikan nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Penglihatan dan pendengarannya tiada berfungsi (mati) untuk mengagungkan ayat-ayat kauniyah (kesempurnaan penciptaan alam semesta) dan memperhatikan ayat-ayat syar’iyah (kesempurnaan hukum-hukum Allah ). Dia berjalan dalam keadaan gelap gulita yang tiada dapat membedakan antara yang haq dan yang batil. Tenggelam dalam kekufuran, kezhaliman, kemaksiatan dan kebodohan, yang ia sadari maupun tanpa ia sadari. Sehingga pada hakekatnya ia adalah mati disebabkan lalai dari dzikir kepada Allah, seperti halnya ikan akan mati disebabkan kekeringan. Demikianlah yang ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya (artinya):
“Dan apakah orang yang sudah mati (sebelum mendapat hidayah dan taufiq dari Allah -pent) kemudian Kami hidupkan, lalu Kami berikan kepadanya cahaya yang terang (cahaya ilmu dan iman -pent), maka dengan cahaya tersebut ia bisa berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita (tenggelam dalam kekufuran, kezhaliman dan kemaksiatan) yang sekali-kali ia tidak dapat ke luar darinya? (Al An’am: 122)
Demikian pula Rasulullah juga menegaskan di dalam sabdanya:
مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ رَبَّهُ وَ الَّذِي لاَيَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَ الْمَيِّتِ
“Permisalan orang yang berdzikir kepada Rabb-NYa dan orang yang tidak berdzikir kepada-Nya adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” (H.R. Al Bukhari: 6407, dari Abu Musa Al Asy’ari)
Bahkan Rasulullah menegaskan pula, bahwa rumah yang kosong dari dzikrullah ibarat rumah yang dihuni oleh orang mati. Sebagaimana beliau bersabda:
مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِيْ يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتِ الَّذِي لاَيُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Permisalan rumah yang digunakan berdzikir pada Allah di dalamnya dan rumah yang tidak digunakan berdzikir pada Allah di dalamnya, seperti orang hidup dan orang yang mati.” ( HR Muslim: 779, dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri )
Kewajiban Dzikrullah
Para pembaca, demikianlah kebutuhan seorang hamba terhadap dzikrullah, atas dasar itulah Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya. Di dalam Al Qur’anul Karim sangatlah banyak ayat-ayat yang menunjukkan perintah dzikrullah. Diantaranya perintah dzikrullah secara mutlaq, dimanapun, kapanpun dan bagaimanapun kedaannya, maka ia hendaknya selalu berdzikir kepada Allah . Sebagaimana firman Allah (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kalian kepada Allah dengan dzikir yang banyak dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan sore hari. Dia-lah yang memberi rahmat kepada kalian dan malaikat-Nya (memohonkan ampun untuk kalian) supaya Dia mengeluarkan kalian dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). ” ( Al Ahzab :41)
Di dalam ayat-ayat Al Qur’an yang lain Allah juga memerintahkan dzikrullah tetapi dikaitkan dengan ibadah-ibadah besar yang lainnya. Maka perhatikanlah ayat-ayat Allah berikut ini:
1. Perintah dzikrullah setelah menunaikan shalat.
Allah berfirman (artinya):
“Jika kalian telah menunaikan shalat maka berdzikirlah kepada Allah sambil berdiri, duduk atau sambil berbaring di atas sisi kalian.” ( An Nisa’ :103)
2. Perintah dzikrullah setelah menunaikan shaum (puasa).
Allah berfirman (artinya):
“Dan sempurnakanlah hitungan puasamu dan bertakbirlah kepada Allah atas hidayah yang Allah berikan kepadamu agar kalian semua bersyukur.” (Al Baqarah :185)
3. Perintah dzikrullah setelah menunaikan haji.
Allah berfirman (artinya):
“Jika kalian telah selesai menunaikan manasik haji kalian maka berdzikirlah kepada Allah, sebagaimana kalian mengingat (membangga-banggakan kebesaran) moyang-moyang kalian atau bahkan berdzikirlah lebih dari itu kepada Allah.” (Al Baqarah :200)
4. Perintah dzikrullah disaat berjihad fii sabilillah.
Allah berfirman (artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman jika kalian bertemu kelompok musuh, kokohkanlah diri-diri kalian dan perbanyaklah berdzikir mengingat Allah, agar kalian beruntung.” (Al Anfal: 45)
5. Perintah dzikrullah di dalam segala aktivitas untuk mencari karunia Allah .
Allah berfirman (artinya):
“Jika shalat jum’at telah ditunaikan, maka menyebarlah di muka bumi dan carilah karunia Allah, dan perbanyaklah berdzikir kepada Allah agar kalian mendapatkan keberuntungan.” (Al Jumu’ah :10)
Sehingga ibadah dzikrullah merupakan ibadah terbesar. Sebagaimana firman Allah (artinya):
“Dan sungguh berdzikir kepada Allah adalah yang terbesar.” (Al Ankabut :45)
Ayat diatas menerangkan bahwa dzikrullah merupakan ibadah terbesar. Walaupun demikian, hal ini tidaklah bertentangan dengan dalil-dalil yang menerangkan bahwa ibadah shalat, shaum, haji merupakan ibadah yang amat besar pula, bahkan jihad sebagai puncak tertinggi amalan di dalam Islam. Karena tujuan ibadah itu pada hakekatnya untuk berdzikir kepada Allah . Dan ruh amalan-amalan ibadah itu adalah dzikrullah. Sehingga suatu ibadah yang diiringi dengan dzikrullah itu lebih besar daripada ibadah yang kosong dari dzikrullah. Oleh karena itu Allah berfirman: “Dan dirikanlah shalat dalam rangka untuk mengingat-Ku.” (Thaaha :14)
Hakekat Dzikrullah
Hakekat dzikrullah akan membuahkan bagi hamba kesiapan untuk tunduk dan pasrah dalam menerima (melaksanakan) syari’at-syari’at-Nya serta selalu berupaya untuk mencari al haq (kebenaran). Bila ada seseorang yang lisannya senantiasa basah dengan dzikrullah tetapi perbuatannya malah banyak melanggar syari’at Allah dan enggan untuk mencari kebenaran, maka sesungguhnya ia masih belum memahami arti dzikrullah dengan sebenar-benarnya. Padahal Allah berfirman (artinya):
“Dan berdzikirlah mengingat Tuhanmu pada dirimu dengan penuh harap akan surga-Nya dan penuh rasa cemas akan siksa-Nya.” (Al A’raf : 205)
Di dalam ayat di atas Allah memerintahakan berdzikir dengan disertai raja’ (penuh harap) akan surga-Nya dan khauf (penuh rasa cemas) akan siksa-Nya. Bagaimana ia berharap akan masuk al jannah (surga), sementara ia masih melalaikan/meninggalkan amalan-amalan yang diwajbkan kepadanya? Dan bagaimana pula ia takut dari siksa-Nya yang amat pedih, sementara ia masih melakukan perbuatan-perbuatan keji yang justru akan memasukkannya ke dalam an naar (neraka)?
Buah Dari Berdzikir
Dzikrullah memiliki keutamaan yang sangat banyak sekali. Bahkan Al Imam Ibnul Qayyim di dalam kitabnya Ighatsatul lahfan menyatakan bahwa keutamaan dari dzikirullah bisa mencapai seratus lebih. Diantara keutamaan berdzikir, sebagai berikut:
1. Menenangkan jiwa dan menguatkan hati.
2. Meraih keberuntungan di dunia dan akhirat.
3. Mengusir syaithan dan mengenyahkannya.
4. Mendapatkan ampunan dan balasan yang besar dari Allah .
Allah berfirman (artinya):
…”Dan laki-laki maupun para wanita yang banyak berdzikir kepada Allah, sungguh Allah sediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Ahzab :35)
Rasulullah bersabda:
أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ اَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِيْ دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ ، قَالُوا: بَلى يَارَسُوْلَ اللهِ ، قَالَ: ذِكْرُ اللهِ تَعَالَى
“Maukah kalian bila aku kabarkan tentang sebaik-baiknya amalan dan yang paling suci di sisi Penguasa Kalian (Allah ), yang paling meninggikan derajat kalian, lebih baik daripada infaq emas maupun perak, bahkan lebih baik bagi kalian daripada bertemu musuh kemudian kalian menebas leher-leher mereka atau mereka yang menebas leher-leher kalian? Para sahabat seraya menjawab: “Tentu, Wahai Rasulullah, kemudian Rasulullah berkata: “Dzikrullah ،.”(H.R. At Tirmidzi no. 3377, lihat Shahih At Tirmidzi 3/139 dari sahabat Abu Dzar )
“Barangsiapa mengucapkan:
لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ
seratus kali dalam sehari, maka dia mendapat pahala seperti pahala membebaskan sepuluh budak, ditetapkan baginya seratus kebaikan, dihapuskan seratus keburukan, perlindungan dari gangguan setan pada hari itu hingga petang hari, dan tidak ada seseorang yang membawa sesuatu yang lebih utama daripada yang dibawa orang itu, kecuali orang yang melakukannya lebih banyak lagi. Barangsiapa yang mengucapkan سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ seratus kali dalam sehari, maka akan dihapuskan dosa-dosanya sekalipun dosa-dosa itu sebanyak buih di lautan.” (H.R. Muslim no. 2691, dari sahabat Abu Hurairah )
Dan masih banyak lagi keutamaan dzikir-dzikir lainnya yang dituntunkan di dalam hadits-hadits yang shahih.
5. Senantiasa diingat oleh Allah .
Allah berfirman (artinya):
“Maka ingatlah kalian kepada-Ku niscaya Aku akan mengingat kalian.” (Al Baqarah :152)
Peringatan dari Lalai Berdzikir kepada Allah
Setelah kita mengetahui betapa besar urgensinya dzikrullah bagi seorang hamba dan bahkan merupakan perintah dari Allah , maka melalaikan dzikrullah merupakan perkara yang dilarang pula oleh-Nya. Bahkan Allah memberitakan tentang kerugian besar bagi orang yang melalaikan dzikir dan tersibukkan dengan selainnya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jangan sampai harta dan anak-anakmu melalaikan kalian dari berdzikir kepada Allah, dan siapa yang melakukan hal itu, maka mereka adalah orang-orang yang merugi.” (Al Munafiqun :9)
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpun pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia: “Ya Rabbi, mengapa Engkau menghimpunku dalam kedaan buta padahal aku dahulunya dapat melihat. Allah berfirman: “Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu pula hari ini kamupun dilupakan.” (Thaaha: 124-126)
Rasulullah bersabda:
مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةً وَمَنِ اضْطَجَعَ مُضْطَجَعًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةً
“Barangsiapa yang duduk pada suatu majelis dalam keadaan tidak berdzikir kepada Allah, maka hal itu menjadi pengurang dan kerugian dari Allah terhadapnya. Dan barangsiapa yang berbaring di atas pembaringan dalam kea daan tidak berdzikir kepada-Nya, maka hal itu menjadi pengurang dan kerugian dari Allah terhadapnya. (H.R. Abu Dawud no. 4856, lihat Shahihul Jami’ 5/342 dari sahabat Abu Hurairah )
Akhir kata, mudah-mudahan tulisan yang singkat ini dapat menumbuhkan dan memperkokoh dzikir kita kepada Allah dan mendorong kita untuk terus mempelajari dzikir-dzikir yang terdapat dalam hadits-hadits Rasulullah yang shahih.
Asmaul Husna
Asmaul Husna secara harfiyah artinya “nama-nama yang baik”. Asmaul Husna adalah istilah yang merujuk kepada nama-nama, gelar, sebutan, sekaligus sifat-sifat Allah SWT yang indah lagi baik, sebagaimana firman-Nya:
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai asmaa’ul husna (nama-nama yang baik)” (Q.S. Thaa-Haa:8).
“Katakanlah (olehmu Muhammad): Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaa’ul husna (nama-nama yang terbaik)…” (Q.S Al-Israa’: 110)
Jumlah Asmaul Husna yakni 99 sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, diperkuat dengan hadits riwayat Bukhari.
Umat Islam dianjurkan berdoa kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu. “Allah memiliki Asmaul Husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama yang baik itu…” (QS. Al-A’raaf : 180).
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata Nabi Muhammad Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt mempunyai 99 nama, yaitu seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya (menghafal seluruhnya) masuklah ia kedalam surga” (HR. Bukhari).
Ke-99 Asmaul Husna tersebut adalah sebagai berikut:
No. | Nama | Arab | Indonesia |
---|---|---|---|
Allah | الله | Allah | |
1 | Ar Rahman | الرحمن | Yang Maha Pengasih |
2 | Ar Rahiim | الرحيم | Yang Maha Penyayang |
3 | Al Malik | الملك | Yang Maha Merajai/Memerintah |
4 | Al Quddus | القدوس | Yang Maha Suci |
5 | As Salaam | السلام | Yang Maha Memberi Kesejahteraan |
6 | Al Mu`min | المؤمن | Yang Maha Memberi Keamanan |
7 | Al Muhaimin | المهيمن | Yang Maha Pemelihara |
8 | Al `Aziiz | العزيز | Yang Maha Perkasa |
9 | Al Jabbar | الجبار | Yang Memiliki Mutlak Kegagahan |
10 | Al Mutakabbir | المتكبر | Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran |
11 | Al Khaliq | الخالق | Yang Maha Pencipta |
12 | Al Baari` | البارئ | Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan) |
13 | Al Mushawwir | المصور | Yang Maha Membentuk Rupa (makhluk-Nya) |
14 | Al Ghaffaar | الغفار | Yang Maha Pengampun |
15 | Al Qahhaar | القهار | Yang Maha Memaksa |
16 | Al Wahhaab | الوهاب | Yang Maha Pemberi Karunia |
17 | Ar Razzaaq | الرزاق | Yang Maha Pemberi Rezeki |
18 | Al Fattaah | الفتاح | Yang Maha Pembuka Rahmat |
19 | Al `Aliim | العليم | Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu) |
20 | Al Qaabidh | القابض | Yang Maha Menyempitkan (makhluk-Nya) |
21 | Al Baasith | الباسط | Yang Maha Melapangkan (makhluk-Nya) |
22 | Al Khaafidh | الخافض | Yang Maha Merendahkan (makhluk-Nya) |
23 | Ar Raafi` | الرافع | Yang Maha Meninggikan (makhluk-Nya) |
24 | Al Mu`izz | المعز | Yang Maha Memuliakan (makhluk-Nya) |
25 | Al Mudzil | المذل | Yang Maha Menghinakan (makhluk-Nya) |
26 | Al Samii` | السميع | Yang Maha Mendengar |
27 | Al Bashiir | البصير | Yang Maha Melihat |
28 | Al Hakam | الحكم | Yang Maha Menetapkan |
29 | Al `Adl | العدل | Yang Maha Adil |
30 | Al Lathiif | اللطيف | Yang Maha Lembut |
31 | Al Khabiir | الخبير | Yang Maha Mengenal |
32 | Al Haliim | الحليم | Yang Maha Penyantun |
33 | Al `Azhiim | العظيم | Yang Maha Agung |
34 | Al Ghafuur | الغفور | Yang Maha Pengampun |
35 | As Syakuur | الشكور | Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai) |
36 | Al `Aliy | العلى | Yang Maha Tinggi |
37 | Al Kabiir | الكبير | Yang Maha Besar |
38 | Al Hafizh | الحفيظ | Yang Maha Memelihara |
39 | Al Muqiit | المقيت | Yang Maha Pemberi Kecukupan |
40 | Al Hasiib | الحسيب | Yang Maha Membuat Perhitungan |
41 | Al Jaliil | الجليل | Yang Maha Mulia |
42 | Al Kariim | الكريم | Yang Maha Mulia |
43 | Ar Raqiib | الرقيب | Yang Maha Mengawasi |
44 | Al Mujiib | المجيب | Yang Maha Mengabulkan |
45 | Al Waasi` | الواسع | Yang Maha Luas |
46 | Al Hakiim | الحكيم | Yang Maha Maka Bijaksana |
47 | Al Waduud | الودود | Yang Maha Mengasihi |
48 | Al Majiid | المجيد | Yang Maha Mulia |
49 | Al Baa`its | الباعث | Yang Maha Membangkitkan |
50 | As Syahiid | الشهيد | Yang Maha Menyaksikan |
51 | Al Haqq | الحق | Yang Maha Benar |
52 | Al Wakiil | الوكيل | Yang Maha Memelihara |
53 | Al Qawiyyu | القوى | Yang Maha Kuat |
54 | Al Matiin | المتين | Yang Maha Kokoh |
55 | Al Waliyy | الولى | Yang Maha Melindungi |
56 | Al Hamiid | الحميد | Yang Maha Terpuji |
57 | Al Muhshii | المحصى | Yang Maha Mengkalkulasi |
58 | Al Mubdi` | المبدئ | Yang Maha Memulai |
59 | Al Mu`iid | المعيد | Yang Maha Mengembalikan Kehidupan |
60 | Al Muhyii | المحيى | Yang Maha Menghidupkan |
61 | Al Mumiitu | المميت | Yang Maha Mematikan |
62 | Al Hayyu | الحي | Yang Maha Hidup |
63 | Al Qayyuum | القيوم | Yang Maha Mandiri |
64 | Al Waajid | الواجد | Yang Maha Penemu |
65 | Al Maajid | الماجد | Yang Maha Mulia |
66 | Al Wahiid | الواحد | Yang Maha Tunggal |
67 | Al Ahad | الاحد | Yang Maha Esa |
68 | As Shamad | الصمد | Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta |
69 | Al Qaadir | القادر | Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan |
70 | Al Muqtadir | المقتدر | Yang Maha Berkuasa |
71 | Al Muqaddim | المقدم | Yang Maha Mendahulukan |
72 | Al Mu`akkhir | المؤخر | Yang Maha Mengakhirkan |
73 | Al Awwal | الأول | Yang Maha Awal |
74 | Al Aakhir | الأخر | Yang Maha Akhir |
75 | Az Zhaahir | الظاهر | Yang Maha Nyata |
76 | Al Baathin | الباطن | Yang Maha Ghaib |
77 | Al Waali | الوالي | Yang Maha Memerintah |
78 | Al Muta`aalii | المتعالي | Yang Maha Tinggi |
79 | Al Barri | البر | Yang Maha Penderma |
80 | At Tawwaab | التواب | Yang Maha Penerima Tobat |
81 | Al Muntaqim | المنتقم | Yang Maha Pemberi Balasan |
82 | Al Afuww | العفو | Yang Maha Pemaaf |
83 | Ar Ra`uuf | الرؤوف | Yang Maha Pengasuh |
84 | Malikul Mulk | مالك الملك | Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta) |
85 | Dzul Jalaali Wal Ikraam | ذو الجلال و الإكرام | Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan |
86 | Al Muqsith | المقسط | Yang Maha Pemberi Keadilan |
87 | Al Jamii` | الجامع | Yang Maha Mengumpulkan |
88 | Al Ghaniyy | الغنى | Yang Maha Kaya |
89 | Al Mughnii | المغنى | Yang Maha Pemberi Kekayaan |
90 | Al Maani | المانع | Yang Maha Mencegah |
91 | Ad Dhaar | الضار | Yang Maha Penimpa Kemudharatan |
92 | An Nafii` | النافع | Yang Maha Memberi Manfaat |
93 | An Nuur | النور | Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya) |
94 | Al Haadii | الهادئ | Yang Maha Pemberi Petunjuk |
95 | Al Baadii | البديع | Yang Indah Tidak Mempunyai Banding |
96 | Al Baaqii | الباقي | Yang Maha Kekal |
97 | Al Waarits | الوارث | Yang Maha Pewaris |
98 | Ar Rasyiid | الرشيد | Yang Maha Pandai |
99 | As Shabuur | الصبور | Yang Maha Sabar |
Ahli Sorga Bersih Hati
DIRIWAYATKAN, dalam sebuah “pengajian” di masjid,
sarana Rasulullah Saw mengajarkan ayat-ayat Qur’an kepada para sahabat,
Rasul mengabarkan tentang hadirnya seorang calon penghuni surga di
tengah mereka. Orang tersebut tidak dikenal oleh para sahabat, bahkan
namanya sekalipun. Ia bukan tokoh, bukan public figure, namun tiba-tiba menjadi sangat istimewa dalam pandangan para sahabat karena Rasul menyebutnya sebagai calon penghuni sorga.
Para sahabat pun merasa penasaran, apa yang istimewa pada diri orang itu itu hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni sorga. Salah seorang sahabat, Abdullah bin Amr, bertekad memantau dari dekat orang itu, agar lebih jelas mengetahui apa keistimewaannya.
Abdullah lalu meminta izin untuk bertamu di rumah orang tersebut selama tiga hari. Selama bertamu, Abdullah mengawasi amal tuan rumah, gerak-geriknya, tutur katanya, dan cara ibadahnya, hampir-hampir ia tidak tidur karena takut kalau ada amal tuan rumah yang tidak dapat disaksikan. Namun, Abdullah tidak mendapatkan amal tuan rumah yang istimewa. Amalannya biasa-biasa saja, tidak ada yang menonjol dibanding dengan sahabat-sahabat lainnya, sebagaimana diajarkan dan dicontohkan Rasulullah Saw.
Sebelum pamit pulang, Abdullah pun bertanya langsung, gerangan apakah amalan istimewa tuan rumah sehingga ia menjadi calon penghuni sorga. Jawabnya, “Tidak ada, selain yang engkau telah lihat. Hanya saja aku belum pernah melakukan kepalsuan terhadap siapa pun dari kalangan umat Islam. Dan aku tidak pernah hasad (iri hati) kepada seseorang yang dianugerahi (nikmat) oleh Allah SWT”. Abdullah berkata, “Itulah yang dapat meningkatkan derajatmu“.
Dalam riwayat versi lain, orang itu menjawab: “Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua dengki, dendam, dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian (calon penghuni sorga).”
Kisah populer itu setidaknya mengajarkan satu hal penting kepada kita: kebersihan hati merupakan kunci sorga. Dengan kata lain, amal istimewa sang calon penghuni sorga adalah menjaga kebersihan hati. Lalu, mengapa kebersihan hati?
DI antara semua anggota atau organ tubuh kita, hati mempunyai status dan fungsi teristimewa. Hati adalah motor, motivator, atau penggerak anggota tubuh lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tidak heran kalau dalam sebuah haditsnya, Rasulullah Saw menyatakan hati menjadi penentu baik-buruknya amal atau diri seseorang.
“Ingatlah, sesungguhnya dalam dirimu ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, maka baik pula seluruh dirimu. Apablia segumpal daging itu buruk, maka buruk pulalah seluruh dirimu. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati.”
Hati adalah tempat lahirnya niat atau hasrat untuk bertindak. Hati juga adalah tempatnya takwa. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menyatakan “attaqwa hahuna” (takwa itu di sini) seraya menunjuk dadanya.
Kita sering mendengar orang mengatakan, “yang penting hatinya baik”. Hal itu benar adanya. Karena, Allah SWT pun tidak menilai apa pun dari diri kita kecuali hati dan amalnya. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menilai bentuk tubuhmu, suaramu, tidak juga rupamu, melainkan Dia menilai hati dan amalmu.”
Dalam Al-Quran ditegaskan, salah satu ciri orang benar-benar beriman adalah bergetar hatinya ketika mendengar nama Allah dan bertambah imannya ketika ayat-ayat-Nya dibacakan (QS. 8:2).
Dalam keseharian, kita sering mendengar orang berpesan atau memberi nasihat dengan ucapan: “Hati-hati!”. Ketika kita hendak pergi, kita dinasihati agar hati-hati; ketika hendak menulis, dipesankan agar hati-hati; ketika hendak bicara juga dipesankan agar hati-hati. Padahal, yang bekerja secara lahiriahnya adalah tangan, kaki, dan mulut. Itu menunjukkan, hati memang pokok atau pangkal segala amal. Hatilah yang menggerakan dan mengendalikan tangan, kaki, dan mulut kita.
Hati adalah tempat atau pusat segala perasaan (emosi). Rasa sedih, senang, marah, benci, dendam, dengki, cinta, dan sebagainya ada dalam hati. Kondisi hati berpengaruh kuat pada kondisi badan atau anggota tubuh lain. Orang yang sedang “tidak enak hati” akan nampak pucat wajahnya, lesu, tidak bergairah.
Kita harus berupaya agar jangan sampai hati kita sakit atau mengandung penyakit, sehingga hati kita tetap bersih sekaligus membersihkan amal. Di antara penyakit hati itu adalah takabur (sombong), riya (pamrih, tidak ikhlas), bakhil (kikir, pelit), hasad (iri, dengki), serta wahn (cinta dunia dan takut mati) yang membuat kita menghindari atau lari dari kewajiban jihad fi sabilillah, dan lain-lain.
Imam al-Ghazali mengatakan, penyakit hati yang berupa sifat-sifat buruk dapat diobati dengan cara mengambil sesuatu yang merupakan perlawanannya. “Penyakit bodoh dapat dilenyapkan dengan belajar yang tekun, penyakit kikir dengan bersikap dermawan, penyakit sombong dengan jalan merendahkan hati, penyakit rakus dengan menahan nafsu dari apa-apa yang diinginkannya dengan cara memaksa, demikian seterusnya,” demikian resep Al-Ghazali. Wallahu a’lam
Para sahabat pun merasa penasaran, apa yang istimewa pada diri orang itu itu hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni sorga. Salah seorang sahabat, Abdullah bin Amr, bertekad memantau dari dekat orang itu, agar lebih jelas mengetahui apa keistimewaannya.
Abdullah lalu meminta izin untuk bertamu di rumah orang tersebut selama tiga hari. Selama bertamu, Abdullah mengawasi amal tuan rumah, gerak-geriknya, tutur katanya, dan cara ibadahnya, hampir-hampir ia tidak tidur karena takut kalau ada amal tuan rumah yang tidak dapat disaksikan. Namun, Abdullah tidak mendapatkan amal tuan rumah yang istimewa. Amalannya biasa-biasa saja, tidak ada yang menonjol dibanding dengan sahabat-sahabat lainnya, sebagaimana diajarkan dan dicontohkan Rasulullah Saw.
Sebelum pamit pulang, Abdullah pun bertanya langsung, gerangan apakah amalan istimewa tuan rumah sehingga ia menjadi calon penghuni sorga. Jawabnya, “Tidak ada, selain yang engkau telah lihat. Hanya saja aku belum pernah melakukan kepalsuan terhadap siapa pun dari kalangan umat Islam. Dan aku tidak pernah hasad (iri hati) kepada seseorang yang dianugerahi (nikmat) oleh Allah SWT”. Abdullah berkata, “Itulah yang dapat meningkatkan derajatmu“.
Dalam riwayat versi lain, orang itu menjawab: “Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua dengki, dendam, dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian (calon penghuni sorga).”
Kisah populer itu setidaknya mengajarkan satu hal penting kepada kita: kebersihan hati merupakan kunci sorga. Dengan kata lain, amal istimewa sang calon penghuni sorga adalah menjaga kebersihan hati. Lalu, mengapa kebersihan hati?
DI antara semua anggota atau organ tubuh kita, hati mempunyai status dan fungsi teristimewa. Hati adalah motor, motivator, atau penggerak anggota tubuh lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tidak heran kalau dalam sebuah haditsnya, Rasulullah Saw menyatakan hati menjadi penentu baik-buruknya amal atau diri seseorang.
“Ingatlah, sesungguhnya dalam dirimu ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, maka baik pula seluruh dirimu. Apablia segumpal daging itu buruk, maka buruk pulalah seluruh dirimu. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati.”
Hati adalah tempat lahirnya niat atau hasrat untuk bertindak. Hati juga adalah tempatnya takwa. Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menyatakan “attaqwa hahuna” (takwa itu di sini) seraya menunjuk dadanya.
Kita sering mendengar orang mengatakan, “yang penting hatinya baik”. Hal itu benar adanya. Karena, Allah SWT pun tidak menilai apa pun dari diri kita kecuali hati dan amalnya. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menilai bentuk tubuhmu, suaramu, tidak juga rupamu, melainkan Dia menilai hati dan amalmu.”
Dalam Al-Quran ditegaskan, salah satu ciri orang benar-benar beriman adalah bergetar hatinya ketika mendengar nama Allah dan bertambah imannya ketika ayat-ayat-Nya dibacakan (QS. 8:2).
Dalam keseharian, kita sering mendengar orang berpesan atau memberi nasihat dengan ucapan: “Hati-hati!”. Ketika kita hendak pergi, kita dinasihati agar hati-hati; ketika hendak menulis, dipesankan agar hati-hati; ketika hendak bicara juga dipesankan agar hati-hati. Padahal, yang bekerja secara lahiriahnya adalah tangan, kaki, dan mulut. Itu menunjukkan, hati memang pokok atau pangkal segala amal. Hatilah yang menggerakan dan mengendalikan tangan, kaki, dan mulut kita.
Hati adalah tempat atau pusat segala perasaan (emosi). Rasa sedih, senang, marah, benci, dendam, dengki, cinta, dan sebagainya ada dalam hati. Kondisi hati berpengaruh kuat pada kondisi badan atau anggota tubuh lain. Orang yang sedang “tidak enak hati” akan nampak pucat wajahnya, lesu, tidak bergairah.
Kita harus berupaya agar jangan sampai hati kita sakit atau mengandung penyakit, sehingga hati kita tetap bersih sekaligus membersihkan amal. Di antara penyakit hati itu adalah takabur (sombong), riya (pamrih, tidak ikhlas), bakhil (kikir, pelit), hasad (iri, dengki), serta wahn (cinta dunia dan takut mati) yang membuat kita menghindari atau lari dari kewajiban jihad fi sabilillah, dan lain-lain.
Imam al-Ghazali mengatakan, penyakit hati yang berupa sifat-sifat buruk dapat diobati dengan cara mengambil sesuatu yang merupakan perlawanannya. “Penyakit bodoh dapat dilenyapkan dengan belajar yang tekun, penyakit kikir dengan bersikap dermawan, penyakit sombong dengan jalan merendahkan hati, penyakit rakus dengan menahan nafsu dari apa-apa yang diinginkannya dengan cara memaksa, demikian seterusnya,” demikian resep Al-Ghazali. Wallahu a’lam
Makanan Halal Melembutkan Hati
ISLAM memerintahkan umatnya mencari rezeki halal
atau memakan makanan yang halal. Para koruptor, “makelar kasus”, dan
penerima suap di kalangan “oknum” pejabat, jelas melanggar hukum Allah
SWT dan harus menerima akibatnya: hidup tidak berkah, dikutuk Allah dan
rakyat, anak-istri ikut menderita karena dinafkahi rezeki haram, dan
sebagainya.
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (QS. Al-Maidah: 88).
Nabi Saw menegaskan, “Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat di Baitul Maqdis yang terus-menerus menyeru setiap malam, ‘Barangsiapa memakan yang haram, maka tidak akan diterima ibadah sunatnya dan fardhunya’.”
Mengacu pada hadits tersebut, Abdullah bin Umar –seperti dikutip Imam Ghazali dalam Kitabul Arba’in fi Ushuliddin– memperkuatnya:
“Andaikata kamu shalat hingga seperti lengkuk dan puasa hingga kurus seperti senar, maka Allah tidak akan menerima dari shalat dan puasamu itu hingga kamu bersikap amat wara’ (berhati-hati atas makanan haram).”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah mengisahkan seorang pengembara yang menengadahkan tangannya ke langit, berdoa memohon pertolongan Allah SWT. Terucap dari mulutnya: “Ya Rabbi, Ya Rabbi!” Namun, menurut Rasul, doa pengembara tersebut tidak dikabulkan. Mengapa? “Bagaimanakah Allah akan mengabulkan doanya, sedang makanan, minuman, dan pakaiannya haram?” jelas Rasul (HR. Muslim).
Kisah pengembara itu secara jelas mengabarkan, doa orang yang suka memakan makanan haram atau meminum minuman dan memakai pakaian yang haram, tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT.
Dalam hadits lain, Rasulullah Saw bersabda, setiap tubuh yang dibesarkan dengan cara yang haram, maka neraka lebih layak baginya. “Makanan haram termasuk kotoran, bukan makanan yang baik,” tulis Imam al-Ghazali dalam Kitabul Arba’in fi Ushuliddin.
Haram dikategorikan ke dalam dua macam: haram lizatihi dan haram li’ardihi. Yang pertama adalah perbuatan yang ditetapkan haram sejak semula, karena secara tegas mengandung mafsadat (kerusakan), seperti berzina, mencuri, meminum khamar, memakan daging babi, riba, dan memakan harta anak yatim (QS. Al-An’am:151, Al-Maidah:90 dan 96, Al-Baqarah:228, Al-Isra:32, An-Nisa:10).
Haram jenis kedua adalah perbuatan yang pada mulanya tidak diharamkan, lalu ditetapkan haram karena ada sebab lain yang datang dari luar. Misalnya, shalat dengan pakaian hasil tipuan atau bersedekah dengan harta hasil mencuri.
Islam menggariskan, umatnya harus selalu mengkonsumsi barang halalan thayiba (halal lagi baik). Yang harus mendapat perhatian serius adalah “cara” mendapatkan barang halal tersebut. Pasalnya, barang haram –seperti daging babi– umumnya umat Islam menghindarinya. Namun tentang “cara”, banyak umat yang mungkin tidak memedulikan halal-haramnya. Padahal, barang halal pun jika didapat dengan cara haram, seperti pencurian, penipuan, korupsi, suap, dan sebagainya, maka barang itu pun haram dikonsumsi.
Di akhirat nanti, ihwal menyangkut harta kekayaan akan dimintai pertanggungjawabannya dari berbagai arah: dari mana didapatkan, bagaimana mendapatkannya, dan digunakan untuk apa? Jika harta didapat dari sumber halal, cara halal, namun penggunaannya melanggar aturan Allah, atau digunakan di jalan selain-Nya, maka keharaman jatuh atas penggunaan. Jika sumber halal, penggunaan halal, namun cara mendapatkannya tidak halal, maka haram jatuh atas cara mendapatkan harta tersebut.
Lembutkan Hati
Makanan haram akan mengeraskan hati. Mereka yang mengkonsumsi makanan haram atau dari rezeki yang tidak halal (seperti hasil korupsi dan suap), hatinya akan sulit menerima kebenaran, bahkan hidayah. Hatinya akan keras sekeras batu dan baja, sehingga cahaya kebenaran sulit masuk ke dalam jiwa mereka.
Sebaliknya, makanan halal dapat melembutkan hati kita. Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya seseorang. “Apa yang bisa melembutkan hati, Wahai Abu Abdillah?” Sejenak Imam Hambal merenung, lalu menjawab, “Makanan halal”.
Hati yang lembut akan memudahkan penerimaannya atas kebenaran Ilahi. Sebaliknya, hati yang keras akan sangat sulit menerima kebenaran Ilahi dan sebaliknya justru mudah menerima kemaksiatan dan kemunkaran.
Jadi, makanan haram bukan saja mengeraskan hati, tetapi juga membuat seseorang terhalang kemakbulan doanya kepada Allah SWT. Meski dalam sebuah firman-Nya, Allah menyatakan akan mengabulkan setiap doa hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, makanan halal akan melembutkan hati sekaligus menjadikan doa kita makbul, dipenuhi oleh-Nya.
Akibat mencari rezeki yang tidak halal, bahkan sudah terlihat di dunia. Lihat saja, betapa menderita dan terhina para koruptor, makelar kasus, penerima suap, perampok uang rakyat, yang belakangan kerap muncul di media massa. Betapa terhinanya mereka, juga istri, anak, dan kerabat mereka. Itulah hukuman Allah SWT di dunia.
Kita harus berhati-hati dalam mendapatkan harta atau makanan, agar darah-daging kita, juga keluarga kita atau mereka yang kebutuhan hidupnya berada di bawah tanggung jawab kita, terhindar dari barang haram.
Kehalalan sumber, cara, dan penggunaan harus selalu dijaga, agar rezeki yang kita dapatkan mengandung berkah dan menyelamatkan kita dunia-akhirat. Yakinlah, rezeki sudah diatur oleh Allah dan kita tinggal berikhtiar secara baik-baik. Rezeki tidak akan jatuh ke tangan siapa pun jika Allah sudah menakdirkannya untuk kita. Allah SWT pun menjamin, setiap makhluk bernyawa, dibarengi dengan “jatah” rezeki masing-masing. Tugas kita adalah ikhtiar, tawakal, dan doa.
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (QS. Al-Maidah: 88).
Nabi Saw menegaskan, “Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat di Baitul Maqdis yang terus-menerus menyeru setiap malam, ‘Barangsiapa memakan yang haram, maka tidak akan diterima ibadah sunatnya dan fardhunya’.”
Mengacu pada hadits tersebut, Abdullah bin Umar –seperti dikutip Imam Ghazali dalam Kitabul Arba’in fi Ushuliddin– memperkuatnya:
“Andaikata kamu shalat hingga seperti lengkuk dan puasa hingga kurus seperti senar, maka Allah tidak akan menerima dari shalat dan puasamu itu hingga kamu bersikap amat wara’ (berhati-hati atas makanan haram).”
Dalam sebuah hadits, Rasulullah mengisahkan seorang pengembara yang menengadahkan tangannya ke langit, berdoa memohon pertolongan Allah SWT. Terucap dari mulutnya: “Ya Rabbi, Ya Rabbi!” Namun, menurut Rasul, doa pengembara tersebut tidak dikabulkan. Mengapa? “Bagaimanakah Allah akan mengabulkan doanya, sedang makanan, minuman, dan pakaiannya haram?” jelas Rasul (HR. Muslim).
Kisah pengembara itu secara jelas mengabarkan, doa orang yang suka memakan makanan haram atau meminum minuman dan memakai pakaian yang haram, tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT.
Dalam hadits lain, Rasulullah Saw bersabda, setiap tubuh yang dibesarkan dengan cara yang haram, maka neraka lebih layak baginya. “Makanan haram termasuk kotoran, bukan makanan yang baik,” tulis Imam al-Ghazali dalam Kitabul Arba’in fi Ushuliddin.
Haram dikategorikan ke dalam dua macam: haram lizatihi dan haram li’ardihi. Yang pertama adalah perbuatan yang ditetapkan haram sejak semula, karena secara tegas mengandung mafsadat (kerusakan), seperti berzina, mencuri, meminum khamar, memakan daging babi, riba, dan memakan harta anak yatim (QS. Al-An’am:151, Al-Maidah:90 dan 96, Al-Baqarah:228, Al-Isra:32, An-Nisa:10).
Haram jenis kedua adalah perbuatan yang pada mulanya tidak diharamkan, lalu ditetapkan haram karena ada sebab lain yang datang dari luar. Misalnya, shalat dengan pakaian hasil tipuan atau bersedekah dengan harta hasil mencuri.
Islam menggariskan, umatnya harus selalu mengkonsumsi barang halalan thayiba (halal lagi baik). Yang harus mendapat perhatian serius adalah “cara” mendapatkan barang halal tersebut. Pasalnya, barang haram –seperti daging babi– umumnya umat Islam menghindarinya. Namun tentang “cara”, banyak umat yang mungkin tidak memedulikan halal-haramnya. Padahal, barang halal pun jika didapat dengan cara haram, seperti pencurian, penipuan, korupsi, suap, dan sebagainya, maka barang itu pun haram dikonsumsi.
Di akhirat nanti, ihwal menyangkut harta kekayaan akan dimintai pertanggungjawabannya dari berbagai arah: dari mana didapatkan, bagaimana mendapatkannya, dan digunakan untuk apa? Jika harta didapat dari sumber halal, cara halal, namun penggunaannya melanggar aturan Allah, atau digunakan di jalan selain-Nya, maka keharaman jatuh atas penggunaan. Jika sumber halal, penggunaan halal, namun cara mendapatkannya tidak halal, maka haram jatuh atas cara mendapatkan harta tersebut.
Lembutkan Hati
Makanan haram akan mengeraskan hati. Mereka yang mengkonsumsi makanan haram atau dari rezeki yang tidak halal (seperti hasil korupsi dan suap), hatinya akan sulit menerima kebenaran, bahkan hidayah. Hatinya akan keras sekeras batu dan baja, sehingga cahaya kebenaran sulit masuk ke dalam jiwa mereka.
Sebaliknya, makanan halal dapat melembutkan hati kita. Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya seseorang. “Apa yang bisa melembutkan hati, Wahai Abu Abdillah?” Sejenak Imam Hambal merenung, lalu menjawab, “Makanan halal”.
Hati yang lembut akan memudahkan penerimaannya atas kebenaran Ilahi. Sebaliknya, hati yang keras akan sangat sulit menerima kebenaran Ilahi dan sebaliknya justru mudah menerima kemaksiatan dan kemunkaran.
Jadi, makanan haram bukan saja mengeraskan hati, tetapi juga membuat seseorang terhalang kemakbulan doanya kepada Allah SWT. Meski dalam sebuah firman-Nya, Allah menyatakan akan mengabulkan setiap doa hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, makanan halal akan melembutkan hati sekaligus menjadikan doa kita makbul, dipenuhi oleh-Nya.
Akibat mencari rezeki yang tidak halal, bahkan sudah terlihat di dunia. Lihat saja, betapa menderita dan terhina para koruptor, makelar kasus, penerima suap, perampok uang rakyat, yang belakangan kerap muncul di media massa. Betapa terhinanya mereka, juga istri, anak, dan kerabat mereka. Itulah hukuman Allah SWT di dunia.
Kita harus berhati-hati dalam mendapatkan harta atau makanan, agar darah-daging kita, juga keluarga kita atau mereka yang kebutuhan hidupnya berada di bawah tanggung jawab kita, terhindar dari barang haram.
Kehalalan sumber, cara, dan penggunaan harus selalu dijaga, agar rezeki yang kita dapatkan mengandung berkah dan menyelamatkan kita dunia-akhirat. Yakinlah, rezeki sudah diatur oleh Allah dan kita tinggal berikhtiar secara baik-baik. Rezeki tidak akan jatuh ke tangan siapa pun jika Allah sudah menakdirkannya untuk kita. Allah SWT pun menjamin, setiap makhluk bernyawa, dibarengi dengan “jatah” rezeki masing-masing. Tugas kita adalah ikhtiar, tawakal, dan doa.
Dzikirlah, Hati Kita Akan Tenang
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Seorang Salafushalih yang tinggal sendirian di tengah padang pasir pernah ditanya, ”Apakah engkau tidak merasa terancam?” Ia menjawab, “Apakah ada orang yang merasa terancam dan khawatir (jika ia) bersama Allah?”.
Merasa bersama Allah adalah sumber ketenangan bagi seorang Muslim. Sebaliknya, merasa tidak bersama Allah, apalagi merasa dimurkai karena berbuat maksiat atau melanggar larangan-Nya, merupakan sumber ketidaktenangan atau kegelisahan hati. Maka, jika ingin hidup tenang, jangan berbuat dosa, dan selalulah mengingat Allah dalam setiap keadaan, suka dan duka.
Kecemasan akan menjauhi orang yang selalu berdzikir karena merasakan Allah Swt selalu dekat dengan-Nya.”Ingatlah, dengan berdzikir kepada Allah hati akan tenang” (Q.S. 13:28). Dzikrullah akan membawa ketenangan batin karena ingat kepada Allah berarti ingat akan kekuasaan-Nya. Masalah seberat dan sebesar apa pun, sangat kecil dalam pandangan Allah. Penyakit stes tidak mungkin menimpa orang yang suka dzikrullah.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Jika kita menghadapi masalah yang memusingkan kepala, ingatlah akan kekuasaan Allah. Dia pastilah memberikan apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Yakinlah selalu, bahwa apa yang kita hadapi atau kita terima, semuanya kehendak Allah dan terbaik bagi kita. Kadangkala apa yang kita pandang buruk, justru itulah yang terbaik bagi kita menurut kehendak Allah.
Rumah orang yang melakukan dzikrullah akan bercahaya bak bintang. Abu Hurairah r.a. menyampaikan sabda Rasulullah Saw, bahwa Allah akan menerangi rumah orang yang berdzikir hingga rumah itu akan terlihat oleh penduduk langit. Sesungguhnya penghuni langit melihat rumah-rumah ahli dzikir yang diterangi oleh dzikir mereka. Sinar itu bercahaya seperti bintang bagi penduduk bumi.
Tepatlah jawaban Imam Hasan Al-Bashri saat ditanya seorang pemuda, ”Kenapa orang yang gemar melakukan shalat tahajjud wajahnya enak dipandang?” Al-Bashri mengatakan, ”Bagaimana tidak, mereka telah berkhalwat (menyendiri) dengan yang Maha Pengasih kemudian Allah pasti memberikan cahaya-Nya pada orang tersebut”.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Dzikir bukan saja menimbulkan kekuatan luar biasa yang membuat ketenangan batin, ketentraman hati, atau kenyamanan jiwa, melainkan juga akan akan membuat seseorang terkendali perilakunya, yaitu dengan kendali garis ketentuan Allah berupa perintah dan larangan-Nya.
Kita ingat kisah populer mengenai contoh dzikrullah, yaitu ketika Khalifah Umar bin Khattab menguji seorang anak penggembala domba. Umar meminta agar anak itu menjual seekor dombanya, dan tidak usah takut pada majikannya karena ia tidak akan tahu. Anak itu menolak seraya berkata, “Memang ia (majikanku) tidak akan tahu, tapi Allah mengetahuinya”. Versi lain menyebutkan, anak itu berkata, “Lalu di mana Allah (fa ‘ainallah)?”.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Jelaslah, dzikrullah akan membuat seseorang terkendali perilakunya, yaitu dengan kendali garis ketentuan Allah berupa perintah dan larangan-Nya. Ia pun akan merasa malu pada-Nya, sehingga tercegah untuk berbuat yang dapat membuat-Nya murka dan sebaliknya selalu berupaya melakukan amal saleh.
Dengan dzikrullah kita akan menyadari, betapa Allah Mahatahu apa yang kita lakukan, baik dalam hati (tersembunyi) maupun yang terang-terangan. “Katakanlah, meskipun kamu sembunyikan apa yang ada dalam hatimu ataupun kamu perlihatkan, pati diketahui juga oleh Allah. Dia mengetahui apa yang ada di langit maupun di bumi…” (Q.S. 3:29).
Orang yang berdzikir akan merasa malu pada-Nya, sehingga tercegah untuk berbuat yang dapat membuat-Nya murka dan sebaliknya selalu berupaya melakukan amal saleh. Ia akan malu jika tidak shalat, tidak mengeluarkan zakat, tidak berpuasa, tidak naik haji padahal mampu, tidak berjuang membela agama Allah. Ia akan malu jika mengabaikan seruan Islam untuk berjihad, berinfak, bersedekah, berdakwah. Ia akan malu jika diam saja ketika banyak saudara seimannya yang menderita, dizhalimi musuh-musuh Allah.
Orang yang selalu dzikrullah di mana saja ia berada, dalam keadaan sendiri ataupun bersama orang lain, dan dalam kondisi apa saja, akan mendapat perlindungan-Nya. Sabda Nabi Saw, “Orang yang bangun di pagi hari hanya dengan Allah di dalam pikirannya, maka Allah akan menjaganya di dunia ini dan di akhirat”.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Allah Swt memerintahkan setiap mukmin untuk sebanyak-banyaknya melakukan dzikrullah . Dia juga mengingatkan agar jangan sampai harta dan anak-anak yang kita miliki menjadikan kita lupa pada-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah selalu pada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya…” (Q.S. 33:41).
”Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Siapa yang berbuat demikian, maka mereka termasuk orang-orang yang rugi” (Q.S. 63:9).
Dapat dibayangkan, betapa damainya dunia dan makmurnya kehidupan jika dzikrullah membudaya di kalangan umat. Karena dzikrullah akan dapat mencegah terjadinya praktek-prak tek korupsi, manipulasi, penipuan, pemalsuan, kolusi, penyelewengan wewenang, penyalahgunaan jabatan, dan bentuk munkarat lainnya.
Dzikrullah adalah merasakan kehadiran Allah dalam diri. Dia selalu mengawasi; siap memberi pertolongan dan rahmat jika kita berbuat baik, juga siap memberi peringatan dan adzab jika kita berbuat dosa.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Kekuatan dzikrullah melahirkan amal saleh, menimbulkan semangat jihad dan siap berkorban apa saja demi Islam yang luar biasa. Karena dzikrullah, generasi intifadhah di Palestina siap mati dengan ”bom syahid”. Dengan dzikrullah, generasi pembela Islam siap berkorban apa saja –harta, jiwa, raga, tenaga, pikiran– demi tegaknya syiar Islam.
Mari perbanyak dzikir sebagaimana diperintahkan Allah. Dzikir terbaik dan terpenting adalah melaksanakan shalat. Berdzikirlah sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw dan para sahabat. Jangan lakukan dzikir dengan cara yang tidak diperintahkan atau dicontohkan Rasul karena hal itu malah bisa menjadian kita terjerumus ke jurang bid’ah (mengada-ada) yang sudah divonis sesat (dholalah) oleh Rosulullah Saw. Wallahu a’lam.
Seorang Salafushalih yang tinggal sendirian di tengah padang pasir pernah ditanya, ”Apakah engkau tidak merasa terancam?” Ia menjawab, “Apakah ada orang yang merasa terancam dan khawatir (jika ia) bersama Allah?”.
Merasa bersama Allah adalah sumber ketenangan bagi seorang Muslim. Sebaliknya, merasa tidak bersama Allah, apalagi merasa dimurkai karena berbuat maksiat atau melanggar larangan-Nya, merupakan sumber ketidaktenangan atau kegelisahan hati. Maka, jika ingin hidup tenang, jangan berbuat dosa, dan selalulah mengingat Allah dalam setiap keadaan, suka dan duka.
Kecemasan akan menjauhi orang yang selalu berdzikir karena merasakan Allah Swt selalu dekat dengan-Nya.”Ingatlah, dengan berdzikir kepada Allah hati akan tenang” (Q.S. 13:28). Dzikrullah akan membawa ketenangan batin karena ingat kepada Allah berarti ingat akan kekuasaan-Nya. Masalah seberat dan sebesar apa pun, sangat kecil dalam pandangan Allah. Penyakit stes tidak mungkin menimpa orang yang suka dzikrullah.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Jika kita menghadapi masalah yang memusingkan kepala, ingatlah akan kekuasaan Allah. Dia pastilah memberikan apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Yakinlah selalu, bahwa apa yang kita hadapi atau kita terima, semuanya kehendak Allah dan terbaik bagi kita. Kadangkala apa yang kita pandang buruk, justru itulah yang terbaik bagi kita menurut kehendak Allah.
Rumah orang yang melakukan dzikrullah akan bercahaya bak bintang. Abu Hurairah r.a. menyampaikan sabda Rasulullah Saw, bahwa Allah akan menerangi rumah orang yang berdzikir hingga rumah itu akan terlihat oleh penduduk langit. Sesungguhnya penghuni langit melihat rumah-rumah ahli dzikir yang diterangi oleh dzikir mereka. Sinar itu bercahaya seperti bintang bagi penduduk bumi.
Tepatlah jawaban Imam Hasan Al-Bashri saat ditanya seorang pemuda, ”Kenapa orang yang gemar melakukan shalat tahajjud wajahnya enak dipandang?” Al-Bashri mengatakan, ”Bagaimana tidak, mereka telah berkhalwat (menyendiri) dengan yang Maha Pengasih kemudian Allah pasti memberikan cahaya-Nya pada orang tersebut”.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Dzikir bukan saja menimbulkan kekuatan luar biasa yang membuat ketenangan batin, ketentraman hati, atau kenyamanan jiwa, melainkan juga akan akan membuat seseorang terkendali perilakunya, yaitu dengan kendali garis ketentuan Allah berupa perintah dan larangan-Nya.
Kita ingat kisah populer mengenai contoh dzikrullah, yaitu ketika Khalifah Umar bin Khattab menguji seorang anak penggembala domba. Umar meminta agar anak itu menjual seekor dombanya, dan tidak usah takut pada majikannya karena ia tidak akan tahu. Anak itu menolak seraya berkata, “Memang ia (majikanku) tidak akan tahu, tapi Allah mengetahuinya”. Versi lain menyebutkan, anak itu berkata, “Lalu di mana Allah (fa ‘ainallah)?”.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Jelaslah, dzikrullah akan membuat seseorang terkendali perilakunya, yaitu dengan kendali garis ketentuan Allah berupa perintah dan larangan-Nya. Ia pun akan merasa malu pada-Nya, sehingga tercegah untuk berbuat yang dapat membuat-Nya murka dan sebaliknya selalu berupaya melakukan amal saleh.
Dengan dzikrullah kita akan menyadari, betapa Allah Mahatahu apa yang kita lakukan, baik dalam hati (tersembunyi) maupun yang terang-terangan. “Katakanlah, meskipun kamu sembunyikan apa yang ada dalam hatimu ataupun kamu perlihatkan, pati diketahui juga oleh Allah. Dia mengetahui apa yang ada di langit maupun di bumi…” (Q.S. 3:29).
Orang yang berdzikir akan merasa malu pada-Nya, sehingga tercegah untuk berbuat yang dapat membuat-Nya murka dan sebaliknya selalu berupaya melakukan amal saleh. Ia akan malu jika tidak shalat, tidak mengeluarkan zakat, tidak berpuasa, tidak naik haji padahal mampu, tidak berjuang membela agama Allah. Ia akan malu jika mengabaikan seruan Islam untuk berjihad, berinfak, bersedekah, berdakwah. Ia akan malu jika diam saja ketika banyak saudara seimannya yang menderita, dizhalimi musuh-musuh Allah.
Orang yang selalu dzikrullah di mana saja ia berada, dalam keadaan sendiri ataupun bersama orang lain, dan dalam kondisi apa saja, akan mendapat perlindungan-Nya. Sabda Nabi Saw, “Orang yang bangun di pagi hari hanya dengan Allah di dalam pikirannya, maka Allah akan menjaganya di dunia ini dan di akhirat”.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Allah Swt memerintahkan setiap mukmin untuk sebanyak-banyaknya melakukan dzikrullah . Dia juga mengingatkan agar jangan sampai harta dan anak-anak yang kita miliki menjadikan kita lupa pada-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah selalu pada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya…” (Q.S. 33:41).
”Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat Allah. Siapa yang berbuat demikian, maka mereka termasuk orang-orang yang rugi” (Q.S. 63:9).
Dapat dibayangkan, betapa damainya dunia dan makmurnya kehidupan jika dzikrullah membudaya di kalangan umat. Karena dzikrullah akan dapat mencegah terjadinya praktek-prak tek korupsi, manipulasi, penipuan, pemalsuan, kolusi, penyelewengan wewenang, penyalahgunaan jabatan, dan bentuk munkarat lainnya.
Dzikrullah adalah merasakan kehadiran Allah dalam diri. Dia selalu mengawasi; siap memberi pertolongan dan rahmat jika kita berbuat baik, juga siap memberi peringatan dan adzab jika kita berbuat dosa.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah!
Kekuatan dzikrullah melahirkan amal saleh, menimbulkan semangat jihad dan siap berkorban apa saja demi Islam yang luar biasa. Karena dzikrullah, generasi intifadhah di Palestina siap mati dengan ”bom syahid”. Dengan dzikrullah, generasi pembela Islam siap berkorban apa saja –harta, jiwa, raga, tenaga, pikiran– demi tegaknya syiar Islam.
Mari perbanyak dzikir sebagaimana diperintahkan Allah. Dzikir terbaik dan terpenting adalah melaksanakan shalat. Berdzikirlah sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw dan para sahabat. Jangan lakukan dzikir dengan cara yang tidak diperintahkan atau dicontohkan Rasul karena hal itu malah bisa menjadian kita terjerumus ke jurang bid’ah (mengada-ada) yang sudah divonis sesat (dholalah) oleh Rosulullah Saw. Wallahu a’lam.
Dzikir Kunci Kebaikan
Tidak diragukan lagi setiap orang ingin mendapat kebaikan dan
dijauhkan dari kemudharatan. Namun tidak semua orang sadar dan mau
bersungguh-sungguh dalam mencapai keinginan tersebut. Padahal Allah Ta’ala telah
menjelaskan kunci-kunci kebaikan tersebut dalam wahyunya dengan gamlang
dan tegas. Kunci kebaikan itu adalah dzikir kepada Allah (dzikrullah).
Urgensi dan Kedudukan Dzikir.
Satu kepastian bahwa dzikir dan do’a adalah sebaik-baik amalan yang mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabbnya, bahkan ia merupakan kunci semua kebaikan yang diinginkan seorang hamba disunia dan akhirat. Kapan saja yang Alah Ta’ala berikan kunci ini pada seorang hamba maka Allah Ta’ala inginkan ia membukanya dan jika Allah menyesatkannya maja pintu kebaikan tersisa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana, bingung, pikiran kalut, depresi dan lemah semangat dan keinginannya. Apabila ia menjaga dzikir dan do’a serta terus berlindung kepada Allah maka hatinya akan tenang, sebagaiman firman Allah :
Dan mendapat keutamaan dan faedah yang sangat banyak didunia dan akherat. [Fiqh Al Ad’iyah wa Al Adzkaar, karya DR. Abdurrozaq bin Abdulmuhsin Alibadr]
Allah berfirman menjelaskan arti penting dan kedudukan dzikir dalam banyak ayatnya, diantaranya:
Dan firman-Nya:
serta :
Demikian juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah menjelaskan secara gamblang arti penting dan kedudukan dzikir pada diri seorang muslim dalam banyak haditsnya, diantaranya:
Dan hadits beliau yang berbunyi:
Oleh karena itu dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam (adzkaar nabawiyah) memiliki kedudukan dan arti penting yang tinggi dalam diri seorang muslim, sehingga banyak ditulis kitab dan karta tulis yang beraneka ragam tentang permasalahan ini. Namun seorang muslim diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang telah disyari’atkannya, karena dzikir adalah bagian dari ibadah dan ibadah dibangun diatas dasar tauqifiyah (berdasar kepada dalil wahyu) dan ittiba’ (mencontoh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam), tidak menurut hawa nafsu dan kehendak hati semata. Untuk itu Ibnu Taimiyah berkata: “Tidak diragukan lagi bahwa Adzkaar (dzikir-dzikir) dan do’a-do’a merupakan ibadah yang utama. Sedangkan ibadah dibangun diatas dasar tauqifiyah dan ittiba’, tidak menurut hawa nafsu dan kebid’ahan. Sehingga do’a-do’a dan adzkar nabawiyah merupakan dzikir dan do’a yang paling harus dicari oleh pencarinya. Pelakunya berada dijalan yang aman dan selamat. Sedang faedah dan hasil yang disapat tidak dapat diungkap dengan kata-kata dan lisan tidak dapat mencakupnya. Adzkaar yang lainnya ada kalanya diharomkan atau makruh atau terkadang berisi kesyirikan yang banyak orang bodoh tidak mengetahuinya. Permasalahan ini cukup panjang penjabarannya.
Tidak diperbolehkan seorang membuat sebuah dzikir atau do’a yang tidak dicontohkan Rasululloh dan menjadikannnya sebagai ibadah ritual yang dilakukan oleh manusia secara rutin seperti rutinitas sholat lima waktu. Ini jelas kebidahan dalam agama yang tidak diperkenankan Allah. Berbeda dengan do’a yang dilakukan seseorang kadang-kadang tidak rutin dengan tidak menjadikannya sunah untuk manusia, maka ini jika tidak diketahui terkandung makna kandungan yang harom, tidak boleh dipastikan keharomannya, akan tetapi terkadang ada keharoman padanya sedang manusia tidak merasanya. Ini sebagaimana seorang berdo’a ketika genting dengan do’a-do’a yang ia ingat pada waktu itu. Ini dan yang semisalnya hampir sama. Adapun mengambil wirid-wirid (ma’tsurat (pent))yang tidak disyariatkan dan membuat-buat dzikir yang tidak syar’I maka ini terlarang. Sudah demikianpun, da’a-do’a dan dzikir syar’I berisi permintaan yang agung lagi benar. Tidak meninggalkannya dan beralih kepada dzikir-dzikir bid’ah yang dibuat-buat kecuali orang bodoh atau lemah atau melampaui batas.”.[Majmu’ Al fataawa Ibnu Taimiyah, juz 22/ 510-511]
Keutamaan dan Faedah Dzikir.
Keutamaan dan faedah dzikir sangat banyak sekali, sampai-sampai imam Ibnul Qayyim menyatakan dalam kitabnya Al Waabil Ashshoyyib (Lihat Al Waabil Al Shoyyib Wa Raafi’ Al kalimi Al Thoyyib, karya Ibnul Qayyim, tahqiq Hasan Ahmad isbir) bahwa dzikir memiliki lebih dari seratus faedah dan menyebutkan tujuh puluh tiga faedah didalam kitab tersebut.
Diantara keutamaan dan faedah dzikir adalah:
1. Dzikir dapat mengusir syeitan dan melindungi orang yang berdzikir darinya, sebagaimana sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam :
Ibnul Qayim memberikan komentarnya terhadap hadits ini: ‘Seandainya dzikir hanya memiliki satu keutamaan ini saja, maka sudah cukup bagi seorang hamba untuk tidak lepas lisannya dari dzikir kepada Allah dan senantiasa gerak berdzikir, karena ia tidak dapat melindungi dirinya dari musuhnya kecuali dengan dzikir kepada Allah. Para musuh hanya akan masuk melalui pintu kelalaian dalam keadaan terus mengintainya. Jika ia lengah maka musuh langsung menerkam dan memangsanya dan jika berdzikir kepada Alah maka musuh Allah itu meringkuk dan merasa kecil serta melemah sehingga seperti Al Wash’ (sejenis burung kecil) dan seperti lalat’. [Al Waabil Al Shoyyib, hal 61]
Manusia ketika lalai dari dzikir maka syeitan langsung menempel dan menggodanya serta menjadi teman yang selalu menyertainya, sebagaimana firman Allah:
Seorang hamba tidak mampu melindungi dirinya dari Syeitan kecuali dengan dzikir kepada Allah.
2. Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan dan depresi dan dapat mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan hidup. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:
3. Dzikir dapat menghidupkan hati, bahkan dzikir itu sendiri pada hakekatnya adalah kehidupan bagi hati tersebut. Apabila hati kehilangan dzikir maka seakan-akan kehilangan kehidupannya sehingga tidak hidup sebuah hati tanpa dzikir kepada Allah. Oleh karena itu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: ‘Dzikir bagi hati seperti air bagi ikan, lalu bagaimana keadaan ikan jika kehilangan air?’ [Al Waabil Al Shoyyib hal. 70]
4. Dzikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari adzab Allah, karena dzikir merupakan satu kebaikan yang besar dan kebaikan menghapus dosa dan menghilangkannya. Tentunya hal ini dapat menyelamatkan orang yang berdzikir dari adzab Allah sebagaimana sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam :
5. Dzikir menghasilkan pahala, keutamaan dan karunia Allah yang tidak dihasilkan selainnya, padahal sangat mudah mengamalkannya, karena gerakan lisan lebih mudah dari gerakan anggota tubuh lainnya. Diantara pahala dzikir yang disebutkan Rasululloh adalah:
Ibnul Qayim berkata: ‘Dzikir adalah ibadah yang paling mudah namun paling agung dan utama, karena gerakan lisan adalah gerakan anggota tubuh yang paling ringan dan mudah. Seandainya satu anggota tubuh manusia set\hari semalam bergerak seukuran gerakan lisannya, tentulah hal itu sangat menyusahkannya sekali, bahkan tidak mampu. [Al Waabil Al Shoyyib hal 73]
6. Dzikir adalah tanaman syurga [Lihat Al Waabil Al Shoyyib hal 73-74, Fiqh Al Ad’iyah Wa Al Adzkar hal 19-20 dan Dzikru Wa Tadzkiir karya Syeikh Prof. Dr. Shoolih bin Ghoonim Alsadlaan]. Ini berlandaskan sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits Abdillah bin Mas’ud yang berbunyi:
Hal ini juga dikuatkan dengan riwayat lain dari hadits Abu Ayub Al Anshoriy yang ada dalam musnad Ahmad bin Hambal 5/418.
7. Dzikir menjadi cahaya penerang bagi yang berdzikir di dunia, di alam kubur dan di akherat. Meneranginya di shirot, sehingga tidaklah hati dan kuburan memiliki cahaya seperti cahaya dzikrullah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :
Pertama adalah seorang mukmin yang memiliki cahaya dengan sebab keimanan, kecintaan, pengenalan dan dzikir kepada Allah dan yang lain adalah orang yang lalai dari Allah yang tidak mau berdzikir dan mencintaiNya. [Al Waabil Al Shoyyib hal 82-83]
8. Dzikir menjadi sebab mendapatkan sholawat dari Allah dan para malaikatNya, sebagamana firman Allah:
9. Banyak berdzikir dapat menjauhkan seseorang dari kemunafikan, karena orang munafik sangat sedikit berdzikir kepada Allah, sebagiamana firman Allah Ta’ala:
Syeikh Abdurrozaq bin Abdulmuhsin Al Abad berkata: ‘Bisa jadi karena hal tersebut Allah menutup surat Munafiqin dengan firmanNya:
Karena terdapat padanya peringatan dari fitnah kaum munafiqin yang lalai dari dzikrullah lalu terjerumus dalam kemunafikan. Wal ‘iyadzubillah.
Imam Ali bin Abi Tholib ditanya tentang khowarij: ‘apakah mereka munafiq atau bukan?’ beliau menjawab: ‘Orang munafik tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit’. Ini merupakan alamat kemunafikan, yaitu sedikit berdzikir kepada Allah. Berdasarkan hal ini maka banyak berdzikir merupakan pengaman dari kenifakan. [Fiqh Al Ad’iyah Wa Al Adzkaar hal 24]
10. Dzikir adalah amalan yang paling baik, paling suci dan paling tinggi derajatnya, sebagaimana dinyatakan Rasululloh dalam sabdanya
Demikian beberapa keutamaan dan faedah yang dapat diutarakan dalam makalah singkat ini.
Adab dalam berdzikir.
Berdzikir memiliki adab-adab yang perlu diperhatikan dan diamalkan, diantaranya:
Urgensi dan Kedudukan Dzikir.
Satu kepastian bahwa dzikir dan do’a adalah sebaik-baik amalan yang mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabbnya, bahkan ia merupakan kunci semua kebaikan yang diinginkan seorang hamba disunia dan akhirat. Kapan saja yang Alah Ta’ala berikan kunci ini pada seorang hamba maka Allah Ta’ala inginkan ia membukanya dan jika Allah menyesatkannya maja pintu kebaikan tersisa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana, bingung, pikiran kalut, depresi dan lemah semangat dan keinginannya. Apabila ia menjaga dzikir dan do’a serta terus berlindung kepada Allah maka hatinya akan tenang, sebagaiman firman Allah :
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Arra’du :28)Dan mendapat keutamaan dan faedah yang sangat banyak didunia dan akherat. [Fiqh Al Ad’iyah wa Al Adzkaar, karya DR. Abdurrozaq bin Abdulmuhsin Alibadr]
Allah berfirman menjelaskan arti penting dan kedudukan dzikir dalam banyak ayatnya, diantaranya:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ
وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ
وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ
وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّآئِمِينَ وَالصَّآئِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ
فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللهَ كَثِيرًا
وَالذَّاكِرَاتِ أّعَدَّ اللهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim,
laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap
dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzaab. :35)Dan firman-Nya:
يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. Al Ahzaab :41)serta :
فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَاسِكَكُمْ
فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ ءَابَآءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ
النَّاسِ مَن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَالَهُ فِي
اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ
Artinya: “Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka
berzikirlah (denga menyebut) Allah, sebagimana kamu menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih
banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang mendo’a:”Ya Rabb
kami, berilah kami kebaikan di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian
(yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. Al Baqorah :200).Demikian juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah menjelaskan secara gamblang arti penting dan kedudukan dzikir pada diri seorang muslim dalam banyak haditsnya, diantaranya:
عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ
الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ
وَالْمَيِّتِ
Artinya: “Dari Abu Musa , beliau berkata: telah bersabda Nabi n :
“permisalan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir
seperti orang yang hidup dan mati”. [Hadits riwayat Bukhori dalam Shohihnya, kitab Ad Da’awaat, Bab Fadhlu Dzikrullah, No. 6407]Dan hadits beliau yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ فِي طَرِيقِ
مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ يُقَالُ لَهُ جُمْدَانُ فَقَالَ سِيرُوا
هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ
Artinya: “Dari Abu Hurairoh, beliau berkata: “Al Mufarridun telah
mendahului” mereka bertanya: ‘Siapakah Al Mufarridun wahai Rasululloh?’
beliau menjawab: “Laki-laki dan perempuan Yang banyak berdzikir”” [Hadits riwayat Muslim dalam shohihnya, kitab Ad Du’a wa Dzikir wa Taubah wal Istighfar, bab Al Hats Ala Dzikr, no. 2676]Oleh karena itu dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam (adzkaar nabawiyah) memiliki kedudukan dan arti penting yang tinggi dalam diri seorang muslim, sehingga banyak ditulis kitab dan karta tulis yang beraneka ragam tentang permasalahan ini. Namun seorang muslim diperintahkan untuk berdzikir kepada Allah dengan dzikir yang telah disyari’atkannya, karena dzikir adalah bagian dari ibadah dan ibadah dibangun diatas dasar tauqifiyah (berdasar kepada dalil wahyu) dan ittiba’ (mencontoh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam), tidak menurut hawa nafsu dan kehendak hati semata. Untuk itu Ibnu Taimiyah berkata: “Tidak diragukan lagi bahwa Adzkaar (dzikir-dzikir) dan do’a-do’a merupakan ibadah yang utama. Sedangkan ibadah dibangun diatas dasar tauqifiyah dan ittiba’, tidak menurut hawa nafsu dan kebid’ahan. Sehingga do’a-do’a dan adzkar nabawiyah merupakan dzikir dan do’a yang paling harus dicari oleh pencarinya. Pelakunya berada dijalan yang aman dan selamat. Sedang faedah dan hasil yang disapat tidak dapat diungkap dengan kata-kata dan lisan tidak dapat mencakupnya. Adzkaar yang lainnya ada kalanya diharomkan atau makruh atau terkadang berisi kesyirikan yang banyak orang bodoh tidak mengetahuinya. Permasalahan ini cukup panjang penjabarannya.
Tidak diperbolehkan seorang membuat sebuah dzikir atau do’a yang tidak dicontohkan Rasululloh dan menjadikannnya sebagai ibadah ritual yang dilakukan oleh manusia secara rutin seperti rutinitas sholat lima waktu. Ini jelas kebidahan dalam agama yang tidak diperkenankan Allah. Berbeda dengan do’a yang dilakukan seseorang kadang-kadang tidak rutin dengan tidak menjadikannya sunah untuk manusia, maka ini jika tidak diketahui terkandung makna kandungan yang harom, tidak boleh dipastikan keharomannya, akan tetapi terkadang ada keharoman padanya sedang manusia tidak merasanya. Ini sebagaimana seorang berdo’a ketika genting dengan do’a-do’a yang ia ingat pada waktu itu. Ini dan yang semisalnya hampir sama. Adapun mengambil wirid-wirid (ma’tsurat (pent))yang tidak disyariatkan dan membuat-buat dzikir yang tidak syar’I maka ini terlarang. Sudah demikianpun, da’a-do’a dan dzikir syar’I berisi permintaan yang agung lagi benar. Tidak meninggalkannya dan beralih kepada dzikir-dzikir bid’ah yang dibuat-buat kecuali orang bodoh atau lemah atau melampaui batas.”.[Majmu’ Al fataawa Ibnu Taimiyah, juz 22/ 510-511]
Keutamaan dan Faedah Dzikir.
Keutamaan dan faedah dzikir sangat banyak sekali, sampai-sampai imam Ibnul Qayyim menyatakan dalam kitabnya Al Waabil Ashshoyyib (Lihat Al Waabil Al Shoyyib Wa Raafi’ Al kalimi Al Thoyyib, karya Ibnul Qayyim, tahqiq Hasan Ahmad isbir) bahwa dzikir memiliki lebih dari seratus faedah dan menyebutkan tujuh puluh tiga faedah didalam kitab tersebut.
Diantara keutamaan dan faedah dzikir adalah:
1. Dzikir dapat mengusir syeitan dan melindungi orang yang berdzikir darinya, sebagaimana sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam :
وَآمُرُكُمْ أَنْ تَذْكُرُوا
اللَّهَ فَإِنَّ مَثَلَ ذَلِكَ كَمَثَلِ رَجُلٍ خَرَجَ الْعَدُوُّ فِي
أَثَرِهِ سِرَاعًا حَتَّى إِذَا أَتَى عَلَى حِصْنٍ حَصِينٍ فَأَحْرَزَ
نَفْسَهُ مِنْهُمْ كَذَلِكَ الْعَبْدُ لَا يُحْرِزُ نَفْسَهُ مِنْ
الشَّيْطَانِ إِلَّا بِذِكْرِ اللَّهِ
Artinya: “Dan Aku (Yahya bin Zakariya) memerintahkan kalian untuk
banyak berdzikir kepada Allah. Permisalannya itu seperti seseorang yang
dikejar-kejar musuh lalu ia mendatangi benteng yang kokoh dan
berlindung di dalamnya. Demikianlah seorang hamba tidak dapat melindungi
dirinya dari syeitan kecuali dengan dzikir kepada Allah.” [Hadits riwayat imam Ahmad dalam Musnadnya (4/202), At Tirmidziy dalam sunannya, kitab Al Amtsal ‘An Rasulullih, Bab Ma Ja’a Fi Matsal Al Sholat wa Al Shiyaam wa Al Shodaqah no. 2863 dan dishohihkan Syeikh Al Albaniy dalam Shohih Al Jaami’ no. 1724]Ibnul Qayim memberikan komentarnya terhadap hadits ini: ‘Seandainya dzikir hanya memiliki satu keutamaan ini saja, maka sudah cukup bagi seorang hamba untuk tidak lepas lisannya dari dzikir kepada Allah dan senantiasa gerak berdzikir, karena ia tidak dapat melindungi dirinya dari musuhnya kecuali dengan dzikir kepada Allah. Para musuh hanya akan masuk melalui pintu kelalaian dalam keadaan terus mengintainya. Jika ia lengah maka musuh langsung menerkam dan memangsanya dan jika berdzikir kepada Alah maka musuh Allah itu meringkuk dan merasa kecil serta melemah sehingga seperti Al Wash’ (sejenis burung kecil) dan seperti lalat’. [Al Waabil Al Shoyyib, hal 61]
Manusia ketika lalai dari dzikir maka syeitan langsung menempel dan menggodanya serta menjadi teman yang selalu menyertainya, sebagaimana firman Allah:
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Artinya: “Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha
Pemurah (al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan)
maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az Zukhruf:36).Seorang hamba tidak mampu melindungi dirinya dari Syeitan kecuali dengan dzikir kepada Allah.
2. Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan dan depresi dan dapat mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan hidup. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’du :28)3. Dzikir dapat menghidupkan hati, bahkan dzikir itu sendiri pada hakekatnya adalah kehidupan bagi hati tersebut. Apabila hati kehilangan dzikir maka seakan-akan kehilangan kehidupannya sehingga tidak hidup sebuah hati tanpa dzikir kepada Allah. Oleh karena itu Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: ‘Dzikir bagi hati seperti air bagi ikan, lalu bagaimana keadaan ikan jika kehilangan air?’ [Al Waabil Al Shoyyib hal. 70]
4. Dzikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari adzab Allah, karena dzikir merupakan satu kebaikan yang besar dan kebaikan menghapus dosa dan menghilangkannya. Tentunya hal ini dapat menyelamatkan orang yang berdzikir dari adzab Allah sebagaimana sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam :
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا قَطُّ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
Artinya: “Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang lebih menyelamatkan dirinya dari adzab Allah dari dzikrullah.” [Hadits riwayat Ahmad dalam Musnadnya 5/239 dan dishohihkan Syeikh Al Albaniy dalam Shohih Al Jami’ no. 5644]5. Dzikir menghasilkan pahala, keutamaan dan karunia Allah yang tidak dihasilkan selainnya, padahal sangat mudah mengamalkannya, karena gerakan lisan lebih mudah dari gerakan anggota tubuh lainnya. Diantara pahala dzikir yang disebutkan Rasululloh adalah:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ
عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ
مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ
ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ
إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ
Artinya: “Barang siapa mengucapkan (dzikir):
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
dalam sehari seratus kali, maka itu sama dengan pahala sepulih
budak, ditulis seratus kebaikan untuknya dan dihapus seratus dosanya.
Juga menjadi pelindungnya dari syeitan pada hari itu sampai sore dan
tidak ada satupun yang lebih utama dari amalannya kecuali seorang yang
beamal dengan amalan yang lebih banyak dari hal itu.” [Hadits riwayat Al Bukhori dalam shohihnya, kitab badi’ Al Kholq bab Sifat Iblis Wa Junuduhu no. 3293, Muslim dalam shohihnya kitab Ad Du’a wa Dzikir wa Taubah wal Istighfar bab Fadhlu Al tahlil Wa Takbir wa Tahmid no. 2691]Ibnul Qayim berkata: ‘Dzikir adalah ibadah yang paling mudah namun paling agung dan utama, karena gerakan lisan adalah gerakan anggota tubuh yang paling ringan dan mudah. Seandainya satu anggota tubuh manusia set\hari semalam bergerak seukuran gerakan lisannya, tentulah hal itu sangat menyusahkannya sekali, bahkan tidak mampu. [Al Waabil Al Shoyyib hal 73]
6. Dzikir adalah tanaman syurga [Lihat Al Waabil Al Shoyyib hal 73-74, Fiqh Al Ad’iyah Wa Al Adzkar hal 19-20 dan Dzikru Wa Tadzkiir karya Syeikh Prof. Dr. Shoolih bin Ghoonim Alsadlaan]. Ini berlandaskan sabda Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam dalam hadits Abdillah bin Mas’ud yang berbunyi:
لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ
أُسْرِيَ بِي فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلَامَ
وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ
وَأَنَّهَا قِيعَانٌ وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
Artinya: “Aku berjumpa dengan Ibrohim pada malam isra’ dan
mi’roj, lalu ia berkata: “Wahai Muhammad, sampaikan salamku kepada
umatmu dan beritahulah mereka bahwa syurga memiliki tanah yang terbaik
dan air yang paling menyejukkan. Syurga itu dataran kosong (Qai’aan) dan
tumbuhannya adalah (dzikir) Subhanallahi Wala ilaha illa Allah wallahu
Akbar.” [Hadits riwayat At Tirmidziy dalam sunannya kitab Al Da’awaat ‘An Ar Rasul bab Ma Ja’a Fi Fadhl Tasbiih wa Tahlil Wa takbir wa Tahmid no.3462 dan dihasankan Al Albaniy dalam Silsilah Shohihah no. 105]Hal ini juga dikuatkan dengan riwayat lain dari hadits Abu Ayub Al Anshoriy yang ada dalam musnad Ahmad bin Hambal 5/418.
7. Dzikir menjadi cahaya penerang bagi yang berdzikir di dunia, di alam kubur dan di akherat. Meneranginya di shirot, sehingga tidaklah hati dan kuburan memiliki cahaya seperti cahaya dzikrullah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :
???????? ????? ???????
??????????????? ??????????? ???? ?????? ??????? ???? ??? ???????? ??????
???????? ??? ???????????? ?????? ????????? ???????
Artinya: “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami
hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan
cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa
dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya.” (QS. Al An’am:122)Pertama adalah seorang mukmin yang memiliki cahaya dengan sebab keimanan, kecintaan, pengenalan dan dzikir kepada Allah dan yang lain adalah orang yang lalai dari Allah yang tidak mau berdzikir dan mencintaiNya. [Al Waabil Al Shoyyib hal 82-83]
8. Dzikir menjadi sebab mendapatkan sholawat dari Allah dan para malaikatNya, sebagamana firman Allah:
??? ???????? ????????? ???????
????????? ??????? ??????? ???????? ???????????? ???????? ????????? ????
??????? ???????? ?????????? ?????????????? ?????????????? ????
???????????? ????? ???????? ??????? ???????????????? ????????
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan
menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.Dan bertasbihlah
kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu
dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan
kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha
Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzaab:41-43)9. Banyak berdzikir dapat menjauhkan seseorang dari kemunafikan, karena orang munafik sangat sedikit berdzikir kepada Allah, sebagiamana firman Allah Ta’ala:
?????????? ??????? ????????? ???????? ????????? ?????????? ???? ???????? ?????? ??????? ???? ??????????? ??????? ????????
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan
shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah
kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa’:142)Syeikh Abdurrozaq bin Abdulmuhsin Al Abad berkata: ‘Bisa jadi karena hal tersebut Allah menutup surat Munafiqin dengan firmanNya:
??? ???????? ????????? ??????? ??
?????????? ????????????? ???? ???????????? ???? ?????? ??????? ??????
???????? ?????? ??????????? ???? ?????????????
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hrata-hartamu
dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang
membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al Munafiquun:9).Karena terdapat padanya peringatan dari fitnah kaum munafiqin yang lalai dari dzikrullah lalu terjerumus dalam kemunafikan. Wal ‘iyadzubillah.
Imam Ali bin Abi Tholib ditanya tentang khowarij: ‘apakah mereka munafiq atau bukan?’ beliau menjawab: ‘Orang munafik tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit’. Ini merupakan alamat kemunafikan, yaitu sedikit berdzikir kepada Allah. Berdasarkan hal ini maka banyak berdzikir merupakan pengaman dari kenifakan. [Fiqh Al Ad’iyah Wa Al Adzkaar hal 24]
10. Dzikir adalah amalan yang paling baik, paling suci dan paling tinggi derajatnya, sebagaimana dinyatakan Rasululloh dalam sabdanya
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ
أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي
دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ
وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا
أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ
اللَّهِ تَعَالَى
Artinya: “Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbain
dan tersuci serta tertinggi pada derajat kalian, ia lebih baik dari
berinfak emas dan perak dan lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu
kalian memenggal kepalanya dan mereka memenggal kepala kalian?” Mereka
menjawab:’ ya’, lalu rasululloh menjawab: “Dzikrullah”“. [Hadits riwayat At Tiurmidziy dalam sunannya kitab Ad da’awaat ‘An Rasulillah no. 3377 dan Ibnu Majah dalam sunannya kitab Al Adab bab Fadhlu dzikr no. 3790 dan dishohihkan Al Albaniy dalam Shohih Al Jami’ no. 2629]Demikian beberapa keutamaan dan faedah yang dapat diutarakan dalam makalah singkat ini.
Adab dalam berdzikir.
Berdzikir memiliki adab-adab yang perlu diperhatikan dan diamalkan, diantaranya:
- Ikhlas dalam berdzikir mengharap ridho Allah.
- Berdzikir dengan dzikir dan wirid yang telah dicontohkan Rasululloh, karena dzikir adalah ibadah. Telah lalu penjelasan Ibnu Taimiyah tentang hal tersebut.
- Memahami makna dan penunjukkannya dan khusu’ dalam melakukannya. Ibnul Qayim berkata: ‘Dzikir yang paling utama dan manfaat adalah yang sesuai lisan dengan hati dan merupakan dzikir yang telah dicontohkan Rasululloh serta orang yang berdzikir memahami makna dan tujuan kandungannya [Dinukil dari Fiqh Al Ad’iyah wal Azkar hal. 9]
- Memperhatikan tujuh adab yang telah dijelaskan Allah dalam firmanNya:
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِمِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَArtinya: “Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (Surat Al A’raf:205)
Ayat yang mulia ini menunjukkan tujuh adab penting dalam berdzikir, yaitu:
- Dzikir dilakukan dalam hati, karena hal itu lebih dekat kepada ikhlash.
- Dilakukan dengan merendahkan diri agar terwujud sikap penyembahan yang sempurna kepada Allah.
- Dilakukan dengan rasa takut dari siksaan Allah akibat kelalaian
dalam beramal dan tidak diterimanay dzikir tersebut. Oleh karena itulah
Allah mensifati kaum mukminin dengan firmanNya:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَآءَاتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَArtinya: “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (Surat Al Mu’minun:60)
- Dilakukan tanpa mengeraskan suara, karena hal itu lebih dekat kepada tafakkur yang baik.
- Dilakukan dengan lisan dan hati.
- Dilakukan diwaktu pagi dan petang. Memang dua waktu ini memiliki
keistimewaan, sehingga Allah sebut dalam ayat ini, ditambah lagi
keistimewaan lainnya yaitu keistimewaan yang disampaikan rasulullah
dalam sabdanya:
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَArtinya: “Bergantian pada kalian malaikat di malam dan malaikat di waktu siang. Mereka berjumpa diwaktu sholat fajr dan ashr kemudian naiklah malaikat yang mendatangi kalian dan Rabb merreka menanyakan mereka dan Allah lebih tahu dengan mereka: “Bagaimana keadaan hambaKu ketika kamu tinggalkan?” mereka menjawab: ‘Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sholat dan kami datangi mereka dalam keadaan sholat’“[Hadits riwayat Al Bukhori dalam shohihnya kitab Mawaaqit Ash Sholat bab Fadl Sholat AL Ashr no.522 dan Muslim dalam shohihnya kitab Al Masaajid wa Mawadi’ Al Sholat bab Fadl Sholat Al Fajr wal Ashr wa Muhafadztu ‘Alaihima no. 632]
Dengan ini jelaslah keutamaan dzikir sebagai kunci kebaikan dan adabnya, mudah-mudahan yang sedikit ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin,Amin,Amin Yarobballalmin.
Dzikrullah, Rahasia Ketenteraman Hidup
Allah Ta'ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah
(dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan
bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Q.S. Al-Ahzab :
41,42).
Allah juga berfirman, “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah (dzikrullah). Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. Ar Ra'd : 28)
Dzikrullah meliputi segala aspek kehidupan. Dzikir dapat berupa lisan, membaca, tadabbur alam, mengingat mati, dan semua aktivitas yang bertujuan mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah. Beberapa orang telah membuktikan betapa dengan mengingat Allah, hidup menjadi lebih tenteram dan tenang meski tak ada harta melimpah atau kedudukan tinggi di level sosial masyarakat.
Sebut saja namanya Abdurochman, satpam di salah satu perguruan tinggi di Kota Surakarta. Raut muka bersahaja nan ceria tampak dari air mukanya. Meski wajahnya sekilas tampak sangar, tetapi tutur kata yang sopan pasti kan mengakrabkan siapa saja yang bertegur sapa dengannya. Tak ada yang terlalu istimewa selain jenggot lebat yang menghias di janggut. Atau juga sorban yang biasa bertengger di kepala ketika hari Jum'at menjelang. Bapak ini berbagi cerita secara panjang lebar tentang aktivitas dan pengalaman hidupnya.
Yah, nikmatnya berdzikirlah yang membuat Abdurochman begitu tenang menghadapi dunia. Bahkan, saking nikmatnya, kadang ia sampai tidak sadar kalau dzikir setelah shalat yang ia lakukan telah memakan waktu setengah jam atau lebih. “Rasanya tenang, gak mikir apa-apa, semua beban di dunia ini lepas,” terangnya kepada MNH.
Profesinya sebagai seorang satpam ia tekuni sejak 1999. Saat itu, ia mendapat jatah untuk piket jaga malam hari. Sedangkan pada pagi harinya, ia menarik becak di sekitar Jaten, Karanganyar. Meski demikian, kebiasaan untuk selalu shalat di masjid Alhamdulillah selalu ia jalankan kecuali pada kondisi yang sangat tidak memungkinkan. Beberapa orang temannya sering berkata kalau shalatnya lama sekali. “Katanya shalat saya lama. Padahal sepertinya biasa saja,” ceritanya sambil tertawa kecil.
Amalan dzikir dan shalat di masjid telah ia jalankan sejak kecil. Pada masa itu, anak-anak sebayanya cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai ajaran Islam seperti mabuk-mabukan. Karenanya, Abdurochman menjadi lebih sering ke masjid bersama seorang haji yang tinggal di daerah tersebut. Dzikir yang dilakukannya setelah shalat merupakan dzikir-dzikir yang biasa diamalkan Rasulullah seperti istighfar, tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Amalan itu dilakukannya untuk mendapat fadhilah amal (keutamaan amal) seperti ajaran Rasul. Ia bertekad kuat untuk senantiasa menjalankannya. “Shalat itu adalah ibadah paling utama bagi seorang Muslim,” katanya.
Diakui lelaki lulusan SMEA ini, ia mengkhususkan diri berdzikir dengan sungguh-sungguh hanya setelah shalat saja. Menurutnya, dengan dzikir sungguh-sungguh, hati menjadi tenang. “Menurut saya, di dunia ini, bukan harta, uang atau istri yang menjadi tujuan, tetapi ketenangan hati,” ungkap bapak tiga putri ini. Secara fisik, manfaat yang ia dapatkan dari aktivitas dzikirnya adalah menghilangkan capek serta menghilangkan pikiran yang penat. Dunia menjadi lepas dan ketenangan akan menyelimuti diri.
Selain paska shalat, lelaki yang dulu pernah menjadi penjual tahu putih ini juga biasa berdzikir dengan membaca Al-Qur'an. Ada target khusus yang ia tentukan dalam mengkhatamkan 30 juz Al-Qur'an. “Target satu bulan khatam, kalau bisa. Jangan lebih dari 40 hari,” terangnya. Karena mengkhatamkan Al-Qur'an lebih dari 40 hari menurut hadits memang mencirikan orang yang malas. Astaghfirullah hal 'adzim, semoga kita senantiasa menjadi umat-Nya yang taat.
Abdurochman, dilihat sepintas memang “hanyalah” seperti satpam kebanyakan. Tetapi ternyata, dirinya mendapat rahmat untuk bisa melihat makhluk halus di sekitarnya. “Dulu, pertama kali lihat “begitu” waktu masih kecil, saya takut bukan kepalang,” katanya. Dulu, dirinya juga pernah dicoba “dikirimi” jin untuk mengacaukan akidahnya. Setelah berkonsultasi dengan seorang ustadz, lelaki berjanggut lebat ini kemudian belajar ilmu ruqyah untuk mengusir jin dari orang kesurupan. “Saya ingin berdakwah, baik kepada manusia, maupun kalangan jin,” ceritanya lagi. Alhamdulillah, beberapa jin bersedia masuk Islam.
Bagi kebanyakan kita, mungkin profesi sebagai satpam adalah profesi yang dipandang sebelah mata. Tetapi, sosok satpam yang senantiasa shalat ke masjid, bersungguh-sungguh dalam berdzikir itu telah memberikan fakta nyata tentang ketenangan hidup yang muncul dari keyakinan yang tulus akan rahmat Allah, termasuk dalam hal rezeki.
Dzikir dari Segi Klinis
Di sela kesibukannya sebagai dokter yang praktek di Poliklinik Nur Hidayah, Poliklinik Shofa Gondang Rejo, Karanganyar dan Apotek Akrab Sehat Pasar Mangu, Ngresep, Boyolali, dr. Dian Setiawan menuturkan bahwa dewasa ini, di mana zaman sangatlah maju, perkembangan teknologi yang sangat pesat memengaruhi gaya hidup dan interaksi sosial manusia. Saat ini manusia dihadapkan pada situasi yang serba “uang”. Banyak orang awam beranggapan bahwa uang adalah segalanya. Dengan uang yang banyak manusia bisa bahagia. Kehidupan yang bergeser ke arah “materialistik/hedonisme”. Padahal, hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Hati yang gelisah, tidak tenang, terlalu banyak menyimpan masalah dan tidak dapat mengikhlaskannya/tidak dapat menemukan solusi yang tepat, akan berakibat pada gangguan kesehatan jiwanya.
Dalam dunia kedokteran, terdapat suatu penyakit yang disebut psikosomatik yaitu gejala penyakit yang disebabkan oleh tekanan psikologis/stress yang memberikan dampak pada penyakit jasmani. Penyakit ini berawal dari suatu kegalauan dalam hati seseorang. Apabila kegalauan ini tidak menemukan solusi yang tepat maka terjadilah depresi. Depresi menimbulkan suatu kegelisahan dalam keseharian. Pada awalnya dapat menimbulkan beberapa masalah fisik seperti leher/punggung terasa kaku, pusing, sulit tidur (insomnia), jantung berdetak kencang, sulit konsentrasi, nyeri perut (gastritis), diare, sering kencing, tekanan darah dan kadar gula darah yang meningkat serta masih banyak lagi. “Tidak semua gejala tersebut akan muncul secara bersama-sama,” terang dr. Dian.
Ditambahkan pula oleh dr. Dian, bahwa pada pemeriksaan awal, biasanya tidak didapatkan suatu kelainan pada pemeriksaan fisik. Akan tetapi apabila didalami lagi maka akan mengarah ke suatu permasalahan batin yang tidak terselesaikan dengan tuntas. Jika hal ini berlangsung dan sampai pada taraf kronis, akan timbul gangguan kesehatan jasmani secara nyata. Kasus psikosomatik ini bukan kasus yang jarang terjadi. “Di zaman yang serba modern ini, haruslah ditopang dengan kesehatan jiwa yang kuat, yaitu menguatkan kadar keimanan kita. Salah satu caranya dengan beribadah secara khusyu', khususnya berdzikir,” terang beliau.
Menurutnya, berdzikir bukan hanya mulut yang mengucapkan Asma Allah semata, akan tetapi hati dan pikiran juga konsentrasi terhadap apa yang sedang diucapkan oleh mulut kita. Dalam kesehariannya, seorang muslim pastilah sering melakukan dzikir. Namun ada juga yang sudah melakukan dzikir tetapi masih tidak merasakan manfaatnya secara maksimal. Padahal, apabila dzikir dilakukan secara sungguh-sungguh (khusyu') manfaatnya sangatlah besar, khususnya bagi kesehatan jiwa. “Kesehatan jiwa yang baik akan memberikan efek yang baik kepada kesehatan jasmani,” imbuhnya.
Kecenderungan manusia seringkali hanya mengingat Allah pada saat-saat sulit dalam hidupnya. Pada saat tenang, justru manusia melupakan Allah. Padahal, berdasarkan Al-Qur'an, mengingat Allah akan memberi banyak manfaat bagi manusia, khususnya ketenangan batin. Dalam Hadits, Rasulullah juga mengajarkan kepada manusia, khususnya kita umat Islam untuk senantiasa mengingat Allah dalam segala keadaan. “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dengan yang tidak berdzikir itu seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dzikrullah meliputi segala aspek kehidupan. Dzikir dapat berupa lisan, membaca, tadabbur alam, mengingat mati, dan semua aktivitas yang bertujuan mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah. Beberapa orang telah membuktikan betapa dengan mengingat Allah, hidup menjadi lebih tenteram dan tenang meski tak ada harta melimpah atau kedudukan tinggi di level sosial masyarakat.
Sebut saja namanya Abdurochman, satpam di salah satu perguruan tinggi di Kota Surakarta. Raut muka bersahaja nan ceria tampak dari air mukanya. Meski wajahnya sekilas tampak sangar, tetapi tutur kata yang sopan pasti kan mengakrabkan siapa saja yang bertegur sapa dengannya. Tak ada yang terlalu istimewa selain jenggot lebat yang menghias di janggut. Atau juga sorban yang biasa bertengger di kepala ketika hari Jum'at menjelang. Bapak ini berbagi cerita secara panjang lebar tentang aktivitas dan pengalaman hidupnya.
Yah, nikmatnya berdzikirlah yang membuat Abdurochman begitu tenang menghadapi dunia. Bahkan, saking nikmatnya, kadang ia sampai tidak sadar kalau dzikir setelah shalat yang ia lakukan telah memakan waktu setengah jam atau lebih. “Rasanya tenang, gak mikir apa-apa, semua beban di dunia ini lepas,” terangnya kepada MNH.
Profesinya sebagai seorang satpam ia tekuni sejak 1999. Saat itu, ia mendapat jatah untuk piket jaga malam hari. Sedangkan pada pagi harinya, ia menarik becak di sekitar Jaten, Karanganyar. Meski demikian, kebiasaan untuk selalu shalat di masjid Alhamdulillah selalu ia jalankan kecuali pada kondisi yang sangat tidak memungkinkan. Beberapa orang temannya sering berkata kalau shalatnya lama sekali. “Katanya shalat saya lama. Padahal sepertinya biasa saja,” ceritanya sambil tertawa kecil.
Amalan dzikir dan shalat di masjid telah ia jalankan sejak kecil. Pada masa itu, anak-anak sebayanya cenderung melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai ajaran Islam seperti mabuk-mabukan. Karenanya, Abdurochman menjadi lebih sering ke masjid bersama seorang haji yang tinggal di daerah tersebut. Dzikir yang dilakukannya setelah shalat merupakan dzikir-dzikir yang biasa diamalkan Rasulullah seperti istighfar, tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Amalan itu dilakukannya untuk mendapat fadhilah amal (keutamaan amal) seperti ajaran Rasul. Ia bertekad kuat untuk senantiasa menjalankannya. “Shalat itu adalah ibadah paling utama bagi seorang Muslim,” katanya.
Diakui lelaki lulusan SMEA ini, ia mengkhususkan diri berdzikir dengan sungguh-sungguh hanya setelah shalat saja. Menurutnya, dengan dzikir sungguh-sungguh, hati menjadi tenang. “Menurut saya, di dunia ini, bukan harta, uang atau istri yang menjadi tujuan, tetapi ketenangan hati,” ungkap bapak tiga putri ini. Secara fisik, manfaat yang ia dapatkan dari aktivitas dzikirnya adalah menghilangkan capek serta menghilangkan pikiran yang penat. Dunia menjadi lepas dan ketenangan akan menyelimuti diri.
Selain paska shalat, lelaki yang dulu pernah menjadi penjual tahu putih ini juga biasa berdzikir dengan membaca Al-Qur'an. Ada target khusus yang ia tentukan dalam mengkhatamkan 30 juz Al-Qur'an. “Target satu bulan khatam, kalau bisa. Jangan lebih dari 40 hari,” terangnya. Karena mengkhatamkan Al-Qur'an lebih dari 40 hari menurut hadits memang mencirikan orang yang malas. Astaghfirullah hal 'adzim, semoga kita senantiasa menjadi umat-Nya yang taat.
Abdurochman, dilihat sepintas memang “hanyalah” seperti satpam kebanyakan. Tetapi ternyata, dirinya mendapat rahmat untuk bisa melihat makhluk halus di sekitarnya. “Dulu, pertama kali lihat “begitu” waktu masih kecil, saya takut bukan kepalang,” katanya. Dulu, dirinya juga pernah dicoba “dikirimi” jin untuk mengacaukan akidahnya. Setelah berkonsultasi dengan seorang ustadz, lelaki berjanggut lebat ini kemudian belajar ilmu ruqyah untuk mengusir jin dari orang kesurupan. “Saya ingin berdakwah, baik kepada manusia, maupun kalangan jin,” ceritanya lagi. Alhamdulillah, beberapa jin bersedia masuk Islam.
Bagi kebanyakan kita, mungkin profesi sebagai satpam adalah profesi yang dipandang sebelah mata. Tetapi, sosok satpam yang senantiasa shalat ke masjid, bersungguh-sungguh dalam berdzikir itu telah memberikan fakta nyata tentang ketenangan hidup yang muncul dari keyakinan yang tulus akan rahmat Allah, termasuk dalam hal rezeki.
Dzikir dari Segi Klinis
Di sela kesibukannya sebagai dokter yang praktek di Poliklinik Nur Hidayah, Poliklinik Shofa Gondang Rejo, Karanganyar dan Apotek Akrab Sehat Pasar Mangu, Ngresep, Boyolali, dr. Dian Setiawan menuturkan bahwa dewasa ini, di mana zaman sangatlah maju, perkembangan teknologi yang sangat pesat memengaruhi gaya hidup dan interaksi sosial manusia. Saat ini manusia dihadapkan pada situasi yang serba “uang”. Banyak orang awam beranggapan bahwa uang adalah segalanya. Dengan uang yang banyak manusia bisa bahagia. Kehidupan yang bergeser ke arah “materialistik/hedonisme”. Padahal, hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Hati yang gelisah, tidak tenang, terlalu banyak menyimpan masalah dan tidak dapat mengikhlaskannya/tidak dapat menemukan solusi yang tepat, akan berakibat pada gangguan kesehatan jiwanya.
Dalam dunia kedokteran, terdapat suatu penyakit yang disebut psikosomatik yaitu gejala penyakit yang disebabkan oleh tekanan psikologis/stress yang memberikan dampak pada penyakit jasmani. Penyakit ini berawal dari suatu kegalauan dalam hati seseorang. Apabila kegalauan ini tidak menemukan solusi yang tepat maka terjadilah depresi. Depresi menimbulkan suatu kegelisahan dalam keseharian. Pada awalnya dapat menimbulkan beberapa masalah fisik seperti leher/punggung terasa kaku, pusing, sulit tidur (insomnia), jantung berdetak kencang, sulit konsentrasi, nyeri perut (gastritis), diare, sering kencing, tekanan darah dan kadar gula darah yang meningkat serta masih banyak lagi. “Tidak semua gejala tersebut akan muncul secara bersama-sama,” terang dr. Dian.
Ditambahkan pula oleh dr. Dian, bahwa pada pemeriksaan awal, biasanya tidak didapatkan suatu kelainan pada pemeriksaan fisik. Akan tetapi apabila didalami lagi maka akan mengarah ke suatu permasalahan batin yang tidak terselesaikan dengan tuntas. Jika hal ini berlangsung dan sampai pada taraf kronis, akan timbul gangguan kesehatan jasmani secara nyata. Kasus psikosomatik ini bukan kasus yang jarang terjadi. “Di zaman yang serba modern ini, haruslah ditopang dengan kesehatan jiwa yang kuat, yaitu menguatkan kadar keimanan kita. Salah satu caranya dengan beribadah secara khusyu', khususnya berdzikir,” terang beliau.
Menurutnya, berdzikir bukan hanya mulut yang mengucapkan Asma Allah semata, akan tetapi hati dan pikiran juga konsentrasi terhadap apa yang sedang diucapkan oleh mulut kita. Dalam kesehariannya, seorang muslim pastilah sering melakukan dzikir. Namun ada juga yang sudah melakukan dzikir tetapi masih tidak merasakan manfaatnya secara maksimal. Padahal, apabila dzikir dilakukan secara sungguh-sungguh (khusyu') manfaatnya sangatlah besar, khususnya bagi kesehatan jiwa. “Kesehatan jiwa yang baik akan memberikan efek yang baik kepada kesehatan jasmani,” imbuhnya.
Kecenderungan manusia seringkali hanya mengingat Allah pada saat-saat sulit dalam hidupnya. Pada saat tenang, justru manusia melupakan Allah. Padahal, berdasarkan Al-Qur'an, mengingat Allah akan memberi banyak manfaat bagi manusia, khususnya ketenangan batin. Dalam Hadits, Rasulullah juga mengajarkan kepada manusia, khususnya kita umat Islam untuk senantiasa mengingat Allah dalam segala keadaan. “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dengan yang tidak berdzikir itu seperti orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dzikirullah
subhanallah..
hari ini dapat ilmu yang sangat berharga lagi
pelajaran hadits di ma’had memberi kesan dalam kali ini
hadits pertama dari imam Bukhari dan imam Muslim tentang keutamaan berdzikir pada Allah
bahwa
barang siapa yang mengucapkan Laa ilaha ilallah wahdahula syarikalahu
lahul mulku wa lahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai in qodiir sebanyak 100
kali setiap hari maka ia mendapat pahala seperti membebaskan 10 orang
budak, ditambahkan baginya sepuluh kebaikan dan dihapuskan 10 dosanya,
dirinya akan dijaga dari godaan syaithan yang terkutuk, serta ia akan
dicatat sebagai orang yang lebih utama diantara manusia kecuali jika ada
orang lain yang melakukan amalan lebih banyak darinya
ustadz berkata, bahwa dalam hadits yang lain pun menyatakan keutamaan beristighfar dan mengucap tasbih, tahmid, dan takbir
setiap
harinya Rasulullah melantunkan dzikir tidak kurang dari 100 kali,
beliau yang ma’sum (dijamin masuk surga dan terjaga segala amalannya)
berdzikir sebanyak itu maka amat pantas bagi kita, pengikut beliau dan
memiliki dosa yang menumpuk untuk minimal menyamai beliau, bahkan
seharusnya beristighfar lebih banyak dari beliau
diantara keutamaan istighfar adalah diberi kemudahan dalam kehidupan.
Jika
ilmu yang sedang kita cari sulit masuk ke dalam hati dan pikiran, maka
berisitighfarlah, karena ilmu adalah cahaya, maka ia tidak akan masuk ke
dalam tempat yang kotor.
Dengan
beristighfar hati kita menjadi bersih kembali, noda-noda hitam yang
menempel pada hati adalah akibat dosa yang kita perbuat, dan istighafar
serta dzikir adalah pembesihnya
Jika
rezeki terasa sulit dicari (sudah bekerja keras penghasilan tetap belum
mencukupi, jodoh belum datang juga padahal usia, kemampuan, dan
kemanuan sudah ada) maka beristighfarlah, karena dosa dapat menghalangi
rezeki untuk lancer sampai ke tangan kita
Hadits kedua adalah hadits favoritku
Man salaka thoriqon yaltamisu fiihi ‘ilman sahhalallahu lahu bihi thariqon ilal jannah
Artinya barang siapa menempuh jalan (berjalan) untuk menuntut ilmu maka Allah memberinya kemudahan untuk masuk ke dalam surga
Dan
bagi para pencari ilmu akan senantiasa dijaga Allah dan selalu dalam
naungan dan ridho Allah sejak ia keluar dari rumah hingga ia kembali
lagi serta ia tercatat sebagai orang yang berjihad di jalan Allah. Dan
jika ia meninggal sebelum sampai ke rumahnya maka ia dicatat gugur di
jalan Allah
Menurut
ustadz, bagi para perantau yang mencari ilmu maka pahalanya lebih besar
lagi, sebab ia telah disebut mujahid / mujahidah sejak ia meninggalkan
kampong halaman hingga ia kembali ke sana
Maka
berdo’alah dengan sepenuh keyakinan, mintalah pada Allah apa saja,
sebab Allah berjanji akan mengabulkan do’a hamba-hamba-Nya yang
menundukkan hatinya dan menengadahkan tangan memohon segala sesuatu
dari-Nya.
Karena
do’a adalah salah satu bukti Ke-Maha Kuasaan Allah dan betapa kecilnya
kita dihadapan Dzat yang Maha Besar. Betapa hidup kita sepenuhnya
bergantung pada kehendak dan kasih sayang Allah. Allah satu-satunya yang
memiliki kehidupan kita maka datangilah Ia dengan sepenuh keyakinan dan
ketundukan
Subhanallah
Betapa Maha Pengasih dan Penyayangnya Allah pada hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa serta beramal shalih
Maka mari kita sempatkan berdzikir kapan saja dan di mana saja, karena ia amalan ringan namun berat timbangan kebaikannya
Betapa
Allah ingin memberikan segala yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya, maka
bersyukur dan bersabarlah serta sandarkanlah segala pinta dan harap kita
hanya pada-Nya saja.
Langganan:
Postingan (Atom)